Jumat, 09 Oktober 2015

Ilmu Dulu, Baru Amal

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat

 Ilmu Dulu, Baru Amal

Ammi Nur Baits, S.T., B.A. / 31 Dec 2010



Ada seseorang yang bercerita, dalam sebuah perjalanan manasik haji, para jamaah haji secara bertubi-tubi mengajukan banyak pertanyaan kepada pembimbing haji. Hampir semua permasalahan yang mereka jumpai dalam pelaksanaan ibadah haji, selalu dikonsultasikan kepada pembimbing. Kita yakin, suasana semacam ini hampir dialami oleh semua jamaah haji. Mengapa bisa terjadi demikian? Jawabannya hanya ada dua kemungkinan; pertama, mereka khawatir jangan-jangan ibadah haji yang mereka lakukan batal dan tidak diterima oleh Allah. Atau kedua, mereka takut dan khawatir jangan sampai melakukan tindakan pelanggaran yang menyebabkan mereka harus membayar denda.
Demikianlah gambaran semangat orang terhadap ilmu ketika melaksanakan ibadah haji. Suasana itu terbentuk disebabkan kekhawatiran mereka agar hajinya tidak batal. Mereka sadar, ibadah ini telah memakan banyak biaya dan tenaga, sehingga sangat disayangkan ketika ibadah yang sangat mahal nilainya ini, tidak menghasilkan sesuatu apapun bagi dirinya.
Pernahkah sikap dan perasaan semacam ini hadir dalam diri kita dalam setiap melaksanakan ibadah, atau bahkan dalam setiap amal perbuatan kita? Ataukah sebaliknya, justru kita begitu menganggap enteng setiap amal, sehingga tidak mempedulikan pondasi ilmunya. Inilah yang penting untuk kita renungkan. Semangat untuk mendasari setiap amal dengan ilmu merupakan cerminan perhatian seseorang terhadap kesempurnaan beramal. Untuk menunjukkan sikap ini, seorang ulama, yang bernama Sufyan at-Tsauri mengatakan:
إِنْ اسْتَطَعتَ ، أَلَّا تَحُكَّ رَأسَكَ إِلَّا بِأَثَرٍ فَافعَلْ
Jika kamu mampu tidak akan menggaruk kepala kecuali jika ada dalilnya maka lakukanlah
(Al Jami’ li Akhlaq ar Rawi wa Adab as-Sami’, Khatib al-Baghdadi, Mauqi Jami’ al-Hadis: 1/197)
Ulama ini menasehatkan agar setiap amal yang kita lakukan sebisa mungkin didasari dengan dalil. Sampai-pun dalam masalah kebiasaan kita, atau bahkan sampai dalam masalah yang mungkin dianggap sepele. Apalagi dalam masalah ibadah. Karena inilah syarat mutlak seseorang dikatakan mengamalkan dalil.
Namun sayangnya, masih banyak di antara kaum muslimin yang kurang mempedulikan landasan ilmu ketika beramal yang sifatnya rutinitas. Jarang kita temukan orang yang melaksanakan ibadah rutin, semacam shalat misalnya, kemudian dia berusaha mencari tahu, apa landasan setiap gerakan dan bacaan shalat yang dia kerjakan. Bisa jadi ini didasari anggapan, amal rutinitas ini terlalu ringan dan mudah untuk dilakukan.
Ilmu Syarat Sah Amal
Mengapa harus berilmu sebelum beramal? Pada bagian inilah yang akan melengkapi keterangan di atas, yang mengajak untuk senantiasa mendasari amal dengan ilmu. Inti dari penjelasan ini adalah kesimpulan bahwa ilmu adalah syarat sah amal.
Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari mengatakan:
بَابٌ العِلمُ قَبلَ القَولِ وَالعَمَلِ
“Bab: Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan”
(Shahih al-Bukhari, kitab: al-Ilmu, bab al ilmu qabla al-qoul wa al amal)
Ucapan Imam Bukhari ini telah mendapatkan perhatian khusus dari para ulama. Karena itu, perkataan beliau ini banyak dikutip oleh para ulama setelahnya dalam buku-buku mereka. Imam Bukhari berdalil dengan firman Allah:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغفِرْ لِذَنبِكَ
“Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah
dan mintalah ampunan untuk dosamu” (QS. Muhammad: 19)
Di ayat ini, Allah memulai perintahnya dengan: “ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah”, yang ini merupakan perintah untuk mencari ilmu. Kemudian Allah sebutkan amal yang sangat penting yaitu istighfar, sebagaimana Allah sebutkan di lanjutan ayat, yang artinya: “….mintalah ampunan untuk dosamu.”.
Ketika menjelaskan hadis ini, al-Hafidz al-Aini dalam kitab syarh shahih Bukhari mengutip perkataan Ibnul Munayir berikut:
Yang beliau maksudkan bahwasanya ilmu adalah syarat sah ucapan dan perbuatan. Ucapan dan perbuatan tidak akan dinilai kecuali dengan ilmu. Oleh sebab itu, ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan. Karena ilmu yang akan men-sahkan niat, dan niat adalah yang men-sahkan amal.
(Umdatu al-Qori, Syarh Shahih Bukhari, al-Hafidz al-Aini, jilid 2, hal. 476).
Dari keterangan Ibnul Munayir dapat disimpulkan, posisi ilmu dalam amal adalah sebagai pengendali niat. Karena seseorang baru bisa berniat untuk beramal dengan niat yang benar, jika dia memahami (baca: mengilmui) tujuan dia beramal. Hal ini sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Ibnu Batthal, dengan mengutip keterangan al-Muhallab, yang mengatakan:
Amal itu tidak mungkin diterima kecuali yang didahului dengan tujuan untuk Allah. Inti dari tujuan ini adalah memahami (mengilmui) tentang pahala yang Allah janjikan, serta memahami tata cara ikhlas kepada Allah dalam beramal. Dalam keadaan semacam ini, bolehlah amal tersebut diharapkan bisa memberikan manfaat, karena telah didahului dengan ilmu. Sebaliknya, ketika amal itu tidak diiringi dengan niat, tidak mengharapkan pahala, dan kosong dari ikhlas karena Allah maka hakekatnya bukanlah amal, namun ini seperti perbuatan orang gila, yang tidak dicatat amalnya.
(Syarh Shahih Bukhari karya Ibnu Batthal, Syamilah, 1/145)
Lebih dari itu, setiap orang yang hendak beramal, dia dituntut untuk memahami amal yang akan dia kerjakan. Agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan menyebabkan amalnya tidak diterima. Mungkin dari tulisan Imam Bukhari di atas, ada sebagian orang yang bertanya: Untuk apa kita harus belajar, padahal belum waktunya untuk diamalkan?
Sesungguhnya setiap orang dituntut untuk senantiasa belajar, meskipun ilmu yang dia pelajari belum waktunya untuk diamalkan. Seperti ilmu tentang haji, padahal dia belum memiliki kemampuan untuk berangkat haji. Karena ilmu itu akan senantiasa memberikan manfaat bagi dirinya atau orang lain. Al-Hafidz al-Aini ketika menjelaskan perkataan Imam Bukhari di atas, beliau menyatakan:
Imam Bukhari mengingatkan hal ini – Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan –, agar tidak didahului oleh pemahaman bahwa ilmu itu tidak manfaat kecuali jika disertai dengan amal. Pemahaman ini dilatar-belakangi sikap meremehkan ilmu dan menganggap mudah dalam mencari ilmu.
[Umadatul Qori Syarh Shahih Bukhari, al-Hafidz al-Aini, as-Syamilah, 2/476]
Apa itu Ilmu?
Yang kami maksud dengan ilmu adalah dalil, baik dari al Qur’an maupun hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikhul Islam, Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani mengatakan:
العِلمَ مَا قَامَ عَلَيْهِ الدَّلِيلُ وَالنَّافِعُ مِنْهُ مَا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ
“Ilmu adalah kesimpulan yang ada dalilnya, sedangkan ilmu yang bermanfaat adalah
ilmu yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam”
(Majmu’ Fatawa, Syamilah, jilid 6, hal. 388)
Bagian ini perlu ditegaskan agar tidak terjadi kesalah-pahaman. Intinya ingin menjelaskan, setiap orang yang beramal dan dia tahu dalilnya maka boleh dikatakan, orang ini telah beramal atas dasar ilmu. Sebaliknya, beramal namun tidak ada landasan dalil belum dikatakan beramal atas dasar ilmu.
Lantas bagaimana dengan orang awam yang tidak faham dalil? Apakah dia diwajibkan mencari dalil? Jawabannya, untuk orang awam, dalil bagi mereka adalah keterangan dan fatwa ulama yang mendasari nasehatnya dengan dalil. Bukan keterangan ulama yang pemikirannya bertolak belakang dengan al-Qur’an dan sunnah. Dalilnya adalah firman Allah:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kepada ahli ilmu, jika kalian tidak mengetahuinya” (QS. Al-Anbiya: 7)
Muslim Vs Nasrani Vs Yahudi
Tekait masalah ini, ada tiga kelompok manusia yang sangat esktrim perbedaannya. Ketiga jenis manusia ini Allah sebutkan dalam al-Qur’an, di surat al-Fatihah. Allah berfirman:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (5) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ (6) غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
“Berilah kami petunjuk ke jalan yang lurus {} yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat {} Bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat.”
(QS. Al-Fatihah: 5 – 7)
Pada ayat di atas, Allah membagi manusia terkait dengan hidayah ilmu menjadi tiga golongan:
Pertama, golongan orang yang mendapat nikmat. Merekalah golongan yang mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam beragama.
Kedua, golongan orang-orang yang dimurkai. Merekalah orang-orang yahudi
Ketiga, golongan orang-orang yang sesat, yaitu orang-orang nasrani.
Syaikhul Islam menjelaskan sebab kedua umat yahudi dan nasrani dikafirkan:
Kesimpulannya, bahwa kekafiran orang yahudi pada asalnya disebabkan mereka tidak mengamalkan ilmu mereka. Mereka memahami kebenaran, namun mereka tidak mengikuti kebenaran tersebut dengan amal atau ucapan. Sedangkan kekafiran nasrani disebabkan amal perbuatan mereka yang tidak didasari ilmu. Mereka rajin dalam melaksanakan berbagai macam ibadah, tanpa adanya syariat dari Allah… karena itu, sebagian ulama, seperti Sufyan bin Uyainah dan yang lainnya mengatakan: “Jika ada golongan ulama yang sesat, itu karena dalam dirinya ada kemiripan dengan orang yahudi. Sedangkan golongan ahli ibadah yang rusak karena dalam dirinya ada kemiripan dengan orang nasrani” (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani, dengan Tahqiq Dr. Nashir al-`Aql, Kementrian Wakaf dan Urusan Islam KSA, 1419 H, jilid 1, hal. 79 )
Penjelasan yang bagus di atas memberikan kesimpulan, titik perbedaan antara umat islam dengan kaum yahudi dan nasrani adalah terkait masalah ilmu dan amal. Umat islam menduduki posisi pertengahan, dengan menggabungkan antara ilmu dan amal.
Tingkatan Ilmu
Untuk melengkapi pembahasan, berikutnya kita kupas tentang tingkatan ilmu berdasarkan hukumnya. Sesungguhnya hukum belajar ilmu syar`i itu ada dua tingkatan:
Pertama, fardhu `ain (menjadi kewajiban setiap orang)
Ilmu syar`i yang wajib diketahui dan dipelajari semua orang adalah ilmu syar`i yang menjadi syarat seseorang untuk bisa memahami aqidah pokok dengan benar dan tata cara ibadah yang hendak dikerjakan. Termasuk juga ilmu tentang praktek mu`amalah yang hendak dia lakukan.
Kedua, fardhu kifayah
Tingkatan yang kedua adalah ilmu syar`i yang harus dipelajari oleh sebagian kaum muslimin dengan jumlah tertentu, sehingga memenuhi kebutuhan untuk disebarkan kepada umat. Dalam kondisi ini, jika sudah ada sebagian kaum muslimin dengan jumlah yang dianggap cukup, yang melaksanakannya maka kaum muslimin yang lain tidak diwajibkan.
Catatan:
Bagi mereka yang ingin mengkhususkan diri mempelajari ilmu syar`i lebih mendalam, hendaknya dia meniatkan diri untuk melaksanakan tugas fardhu kifayah dalam bentuk mencari ilmu. Agar dia mendapatkan tambahan pahala mengamalkan amalan fardhu kifayah, disamping dia juga mendapatkan ilmu. Allahu a’lam
[lih. Kitab al-Ilmu, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Mauqi` al-Islam, hal. 14]
Penulis: Ammi Nur Baits
Artikel www.muslim.or.id

Senin, 28 September 2015

Orang Barat Terkejut Dengan Cara Islam Menyembelih Sapi


 Orang Barat Terkejut Dengan Cara Islam Menyembelih Sapi

Masya Allah, semakin Maju Penelitian Ilmiyah Semakin Membuktikan Kebenaran Islam.
Jelang Hari Raya Idul Adha atau hari raya kurban, jangan pernah makan daging sapi tanpa disembelih, ternyata syariat Islam ini membuat orang barat terkejut.
Simak penelitian ini.

1. Rasulullah tak pernah belajar cardiology tapi syari'atnya membuktikan penelitian ilmu modern.

2. Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?

3. Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.

4. Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.

5. Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.

6. Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.

7. Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!

8. Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb.:

Penyembelihan Menurut Syariat Islam
Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:

Pertama
Pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua
Pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga
Setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).

Keempat
Karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.


Penyembelihan Cara Barat

Pertama
Segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).

Kedua
Segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

Ketiga
Grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Keempat
Karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Bukan Ekspresi Rasa Sakit!

Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!
Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.
Subhanallah… Memang selalu ada jawaban dari setiap pertanyaan tentang kebenaran Islam. Selalu ada penguatan Allah dari setiap adanya usaha pelemahan dari musuh Dien-Nya yang mulia ini.


Jumat, 25 September 2015

Arafah merupakan gambaran Padang Mahsyar

Foto Saya

    Konon, banyak yang meyakini Arafah merupakan gambaran Padang Mahsyar, tempat di mana nantinya semua makhluk dikumpulkan sebelum akhirnya melangkah ke surga atau neraka.

 

Dream - Hari Idul Adha 1436 H sudah di depan mata. Umat muslim di seluruh dunia telah siap menyambut dengan berbagai bentuk persiapan. Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia sendiri telah menetapkan Idul Adha jatuh pada Kamis, 24 September 2015.
Dengan demikian, saudara-saudara muslim kita yang tengah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci akan melaksanakan wukuf di Arafah pada Rabu, 23 September 2015.
Wukuf merupakan puncak ibadah haji yang harus dilaksanakan di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah. Pada saat wukuf, seluruh jemaah haji akan beribadah, salat, zikir, dan berdoa.
Tiap jemaah umumnya akan melakukan renungan, instrospeksi, menimbang atau menghisab sendiri seberapa banyak kebaikan dan berapa pula dosa yang telah dilakukan selama ini.
Ketika berada di Padang Arafah seluruh jemaah akan meminta ampun dan memanjatkan doa sebanyak-banyaknya, karena doa orang yang sedang berwukuf di tempat ini dijamin akan dikabulkan oleh Allah SWT.
Bukan sembarang tempat, Padang Arafah memang begitu istimewa. Bahkan Rasulullah SAW pernah menyebutkan tempat ini dalam sabdanya, "Haji itu hadir di Arafah. Barang siapa yang datang pada malam tanggal 10 Dzulhijah sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia masih mendapatkan haji" (HR 5 orang ahli hadits).
Nama Arafah diambil dari kata 'arafa ya'rifu yang berarti 'mengenal atau mengetahui'. Dinamakan demikian karena di tempat itulah manusia dari berbagai belahan dunia berkumpul dan saling mengenal satu sama lain.
Ada yang meriwayatkan bahwa Malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi Ibrahim AS untuk menunjukkan Padang Arafah kepadanya. Adapula riwayat lain yang menyebutkan bahwa Nabi Adam AS dan Hawa dikenalkan dan dipertemukan kembali di tempat ini setelah penurunan mereka dari surga dan berpisah selama 200 tahun.
Keistimewaan Arafah tak hanya sampai di situ, nama tempat ini juga termaktub dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 198. "Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam."
Arafah sendiri terletak cukup jauh dari Kota Mekah, yakni berjarak sekitar 25 km. Tempat ini merupakan padang pasir luas yang bagian belakangnya dikelilingi bukit-bukit batu. Kini, Arafah tampak makin subur ditumbuhi pepohonan.
Dahulu di tempat ini Nabi Muhammad SAW melakukan wukuf layaknya yang dilakukan para jemaah haji sekarang. Di Arafah Nabi pernah bersabda, "Aku wukuf di sini dan Arafah seluruhnya tempat untuk melaksanakan wukuf".
Arafah merupakan masy'aril haram atau tempat syiar suci, tetapi tempat ini tidak termasuk Tanah Haram atau Tanah Suci seperti Mekah. Di Arafah terdapat sebuah lembah yang disebut Lembah Uranah. Lembah Uranah menjadi batas antara Arafah dengan luar Arafah.
Rasulullah SAW pernah berkhutbah di Padang Arafah ketika melakukan Haji Wada. Diriwayatkan, Nabi berkhutbah di hadapan begitu banyak orang yang sedang melakukan haji bersama beliau. Khutbah ini sangat populer di kalangan muslim dan dikenal dengan nama Khutbatul Wada.
Konon, banyak yang meyakini Arafah merupakan gambaran Padang Mahsyar, tempat di mana nantinya semua makhluk dikumpulkan sebelum akhirnya melangkah ke surga atau neraka.
(Berbagai sumber)

Rabu, 23 September 2015



Pesan Terakhir Rasulullah SAW Yang Disampaikan Pada Waktu Hari Arafah

Di padang Arafah, 14 abad yang lalu, Baginda Nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan mauidzah sebagai pesan terakhirnya yang ditujukan kepada jamaah haji yang hadir saat itu dan juga merupakan pesan untuk seluruh umatnya.

Ceramah Nabi yang disampaikan di atas untanya tersebut dihadiri sekitar 100 ribu orang. Isi dari pesan nabi tersebut antara lain sebagai berikut:

“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku ini, karena aku tidak tahu apakah aku dapat menjumpaimu lagi setelah tahun ini di tempat wukuf ini.

“Wahai manusia. Sesungguhnya darah kamu dan harta kekayaan kamu merupakan kemuliaan bagi kamu sekalian, sebagaimana mulianya hari ini di bulan yang mulia ini, di negeri yang mulia ini. Ketahuilah sesungguhnya segala tradisi jahiliyah mulai hari ini tidak berlaku lagi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan (seperti pembunuhan, dendam, dan lain-lain) yang telah terjadi di masa jahiliyah, semuanya batal dan tidak boleh berlaku lagi.

“Wahai manusia. Aku berwasiat kepada kalian, perlakukanlah perempuan dengan baik. Kalian sering memperlakukan mereka seperti tawanan. Kalian tidak berhak memperlakukan mereka kecuali dengan baik (kesantunan)”.

“Wahai manusia, aku berwasiat kepadamu, perlakukan isteri-isterimu dengan baik. Kalian telah mengambilnya sebagai pendamping hidupmu berdasarkan amanat Allah, dan kalian dihalalkan berhubungan suami-isteri berdasarkan sebuah komitmen untuk kesetiaan yang kokoh”.

“Wahai manusia. Sesungguhnya setan itu telah putus asa untuk dapat disembah oleh manusia di negeri ini, akan tetapi setan itu masih terus berusaha (untuk menganggu kamu) dengan cara yang lain. Setan akan merasa puas jika kamu sekalian melakukan perbuatan yang tercela. Oleh karena itu hendaklah kamu menjaga agama kamu dengan baik”.

“Perhatikanlah perkataanku ini. Sesungguhnya aku telah menyampaikannya…”Aku tinggalkan sesuatu bagi kamu sekalian. Jika kamu berpegang teguh dengan apa yang aku tinggalkan itu, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Kitab Allah (Al Quran) dan Sunnah nabi-Nya (Al-Hadits)

“Wahai manusia. Dengarkanlah dan taatlah kamu kepada pemimpin kamu, walaupun kamu dipimpin oleh seorang hamba sahaya dari negeri Habsyah (Etiopia) yang berhidung pesek, selama dia tetap menjalankan ajaran Kitabullah (Al Quran) kepada kalian semua”.

“Lakukanlah sikap yang baik terhadap hamba sahaya. Berikanlah makan kepada mereka dengan apa yang kamu makan dan berikanlah pakaian kepada mereka dengan pakaian yang kamu pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak dapat kamu maafkan, maka juallah hamba sahaya tersebut dan janganlah kamu menyiksa mereka”.

“Wahai manusia. Dengarkanlah kata-kataku ini dan perhatikanlah dengan sungguh-sungguh. Ketahuilah, bahwa setiap muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, dan semua kaum muslimin itu adalah bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu milik saudaranya kecuali dengan kerelaan hati. Oleh sebab itu janganlah kamu menganiaya diri kamu sendiri”.

“Ya Allah, sudahkah aku menyampaikan pesan ini kepada mereka? Kamu sekalian akan menemui Allah, maka setelah kepergianku nanti janganlah kamu menjadi sesat seperti sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain (berkhianat)”.

“Hendaklah mereka yang hadir dan mendengar khutbah ini menyampaikan kepada mereka yang tidak hadir. Acapkali orang yang mendengar berita tentang khutbah ini di kemudian hari lebih memahami daripada mereka yang mendengar langsung pada hari ini”.

“Kalau kamu semua nanti akan ditanya tentang aku, maka apakah yang akan kamu katakan? Semua yang hadir menjawab: Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan tentang kerasulanmu, engkau telah menunaikan amanah, dan telah memberikan nasehat. Sambil menunjuk ke langit, Nabi Muhammad saw kemudian bersabda: ” Ya Allah, saksikanlah pernyataan kesaksian mereka ini..Ya Allah, Lihatlah, mereka telah menyatakan itu. Ya Allah, saksikanlah pernyataan mereka ini..Ya Allah, saksikanlah pernyataan mereka ini.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Nabi Muhammad Shollallahu 'alaihi wassallam mengatakan secara berulang-ulang di sela-sela pidatonya kepada lautan manusia yang menyemut di padang Arafah itu. Katanya: ''Ala Falyuballigh as-Syahid Minkum al-Ghaib'' (Ingat, hendaklah orang yang hadir di antara kamu menyampaikan ''Deklarasi Arafah'' ini kepada yang tidak hadir).

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam menutup khutbah beliau dengan Assalaamu'alaikum (semoga Allah Subhanahu wa ta'ala melimpahkan keselamatan, kedamaian, kesejahteraan atas diri kamu sekalian). Sesudah Rasulullah Shollallahu 'alaihi wassallam menutup khutbah beliau, Allah Subhanahu wa ta'ala pun menurunkan Wahyu Nya

Wahyu itu adalah wahyu terakhir yaitu ayat ke-3 dari Surah Al-Ma'idah:


 ۚ ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."

Wassalamu'alaikum warohmatullah wabarokatuh.

Www.kabarmakkah.com

Selamat Idul Adha, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat kepada kita

PESANAN ROH PADA MANUSIA

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat

 PESANAN ROH PADA MANUSIA

Apabila roh keluar dari jasad, ia akan berkata-kata dan seluruh isi alam sama ada di langit atau bumi akan mendengarnya kecuali jin dan manusia.Apabila mayat dimandikan, lalu roh berkata : "Wahai orang yang memandikan, aku minta kepadamu kerana Allah untuk melepaskan pakaianku dengan perlahan-lahan sebab pada saat ini aku beristirahat daripada seretan malaikat maut". Selepas itu, mayat pula bersuara sambil merayu : "Wahai orang yang memandikan, janganlah engkau menuangkan airmu dalam keadaan panas. Begitu juga jangan menuangnya dengan air yang dingin kerana tubuhku terbakar apabila terlepasnya roh dari tubuh".

Apabila dimandikan, roh sekali lagi merayu : "Demi Allah, wahai orang yang memandikan jangan engkau menggosok aku dengan kuat sebab tubuhku luka-luka dengan keluarnya roh" . Setelah dimandi dan dikafankan, telapak kaki mayat diikat dan ia pun memanggil-manggil dan berpesan lagi supaya jangan diikat terlalu kuat serta mengafani kepalanya kerana ingin melihat wajahnya sendiri, anak-anak, isteri atau suami buat kali terakhir kerana tidak dapat melihat lagi sampai Hari Kiamat.

 Sebaik keluar dari rumah lalu ia berpesan : "Demi Allah, wahai jemaahku, aku telah meniggalkan isteriku menjadi Balu. Maka janganlah kamu menyakitinya. Anak-anakku telah menjadi yatim dan janganlah kalian menyakiti mereka. Sesungguhnya pada hari itu aku telah keluar dari rumahku dan aku tidak akan dapat kembali kepada mereka buat selama-lamanya".

Sesudah mayat diletakkan pada pengusung, sekali lagi diserunya kepada jemaah supaya jangan mempercepatkan mayatnya ke kubur selagi belum mendengar suara anak-anak dan sanak saudara buat kali terakhir.

Sesudah dibawa dan melangkah sebanyak tiga langkah dari rumah, roh pula berpesan: "Wahai Kekasihku, wahai saudaraku dan wahai anak-anakku, jangan kamu diperdaya dunia sebagaimana ia memperdayakan aku dan janganlah kamu lalai ketika ini sebagaimana ia melalaikan aku". "Sesungguhnya aku tinggalkan apa yang aku telah kumpulkan untuk warisku dan sedikitpun mereka tidak mahu menanggung kesalahanku". "Adapun didunia, Allah menghisab aku, padahal kamu berasa senang dengan keduniaan. Dan mereka juga tidak mahu mendoakan aku".

Ada satu riwayat drp Abi Qalabah mengenai mimpi beliau yang melihat kubur pecah. Lalu mayat-mayat itu keluar dari duduk di tepi kubur masing-masing. Bagaimanapun tidak seorang pun ada tanda-tanda memperolehi nur di muka mereka. Dalam mimpi itu, Abi Qalabah dapat melihat jirannya juga dalam keadaan yang sama. Lalu dia bertanya kepada mayat jirannya mengenai ketiadaan nur itu. Maka mayat itu menjawab: "Sesungguhnya bagi mereka yang memperolehi nur adalah kerana petunjuk drpd anak-anak dan teman-teman. Sebaliknya aku mempunyai anak-anak yang tidak soleh dan tidak pernah mendoakan aku".

Setelah mendengar jawapan mayat itu, Abi Qalabah pun terjaga. Pada malam itu juga dia memanggil anak jirannya dan menceritakan apa yang dilihatnya dalam mimpi mengenai bapa mereka. Mendengar keadaan itu, anak-anak jiran itu berjanji di hadapan Abi Qalabah akan mendoa dan bersedekah untuk bapanya.

Seterusnya tidak lama selepas itu, Abi Qalabah sekali lagi bermimpi melihat jirannya. Bagaimanapun kali ini jirannya sudah ada nur dimukanya dan kelihatan lebih terang daripada matahari.

Baginda Rasullullah saw bersabda:

Apabila telah sampai ajal seseorang itu maka akan masuklah satu kumpulan malaikat ke dalam lubang-lubang kecil dalam badan dan kemudian mereka menarik rohnya melalui kedua-dua telapak kakinya sehingga sampai kelutut. Setelah itu datang pula sekumpulan malaikat yang lain masuk menarik roh dari lutut hingga sampai ke perut dan kemudiannya mereka keluar.
 Datang lagi satu kumpulan malaikat yang lain masuk dan menarik rohnya dari perut hingga sampai ke dada dan kemudiannya mereka keluar. Dan akhir sekali datang lagi satu kumpulan malaikat masuk dan menarik roh dari dadanya hingga sampai ke kerongkong dan itulah yang dikatakan saat nazak orang itu.

" Sambung Rasullullah saw lagi:

"Kalau orang yang nazak itu orang yang beriman, maka malaikat Jibrail as akan menebarkan sayapnya yang di sebelah kanan sehingga orang yang nazak itu dapat melihat kedudukannya di syurga. Apabila orang yang beriman itu melihat syurga, maka dia akan lupa kepada orang yang berada di sekelilinginya. Ini adalah kerana sangat rindunya pada syurga dan melihat terus pandangannya kepada sayap Jibrail as "Kalau orang yang nazak itu orang munafik, maka Jibrail as akan menebarkan sayap di sebelah kiri. Maka orang yang nazak tu dapat melihat kedudukannya di neraka dan dalam masa itu orang itu tidak lagi melihat orang di sekelilinginya. Ini adalah kerana terlalu takutnya apabila melihat neraka yang akan menjadi tempat tinggalnya.

Dari sebuah hadis bahawa apabila Allah swt menghendaki seorang mukmin itu dicabut nyawanya maka datanglah malaikat maut. Apabila malaikat maut hendak mencabut roh orang mukmin itu dari arah mulut maka keluarlah zikir dari mulut orang mukmin itu dengan berkata: "Tidak ada jalan bagimu mencabut roh orang ini melalui jalan ini kerana orang ini sentiasa menjadikan lidahnya berzikir kepada Allah swt " Setelah malaikat maut mendengar penjelasan itu, maka dia pun kembali kepada Allah swt dan menjelaskan apa yang diucapkan oleh lidah orang mukmin itu.

Lalu Allah swt berfirman yang bermaksud:

 "Wahai malaikat maut, kamu cabutlah ruhnya dari arah lain." Sebaik saja malaikat maut mendapat perintah Allah swt maka malaikat maut pun cuba mencabut roh orang mukmin dari arah tangan. Tapi keluarlah sedekah dari arah tangan orang mukmin itu, keluarlah usapan kepala anak-anak yatim dan keluar penulisan ilmu. Maka berkata tangan: Tidak ada jalan bagimu untuk mencabut roh orang mukmin dari arah ini, tangan ini telah mengeluarkan sedekah, tangan ini mengusap kepala anak-anak yatim dan tangan ini menulis ilmu pengetahuan.

" Oleh kerana malaikat maut gagal untuk mencabut roh orang mukmin dari arah tangan maka malaikat maut cuba pula dari arah kaki. Malangnya malaikat maut juga gagal melakukan sebab kaki berkata: Tidak ada jalan bagimu dari arah ini Kerana kaki ini sentiasa berjalan berulang alik mengerjakan solat dengan berjemaah dan kaki ini juga berjalan menghadiri majlis-majlis ilmu." Apabila gagal malaikat maut mencabut roh orang mukmin dari arah kaki, maka malaikat maut cuba pula dari arah telinga. Sebaik saja malaikat maut menghampiri telinga maka telinga pun berkata: "Tidak ada jalan bagimu dari arah ini kerana telinga ini sentiasa mendengar bacaan Al-Quran dan zikir." Akhir sekali malaikat maut cuba mencabut orang mukmin dari arah mata tetapi baru saja hendak menghampiri mata maka berkata mata: "Tidak ada jalan bagimu dari arah ini sebab mata ini sentiasa melihat beberapa mushaf dan kitab-kitab dan mata ini sentiasa menangis kerana takutkan Allah." Setelah gagal maka malaikat maut kembali kepada Allah swt.

Kemudian Allah swt berfirman yang bermaksud:

 "Wahai malaikatKu, tulis AsmaKu ditelapak tanganmu dan tunjukkan kepada roh orang yang beriman itu. " Sebaik saja mendapat perintah Allah swt maka malaikat maut menghampiri roh orang itu dan menunjukkan Asma Allah swt.

Sebaik saja melihat Asma Allah dan cintanya kepada Allah swt maka keluarlah roh tersebut dari arah mulut dengan tenang. Abu Bakar ra telah ditanya tentang kemana roh pergi setelah ia keluar dari jasad.

 Maka berkata Abu Bakar ra:

"Roh itu menuju ketujuh tempat:

1. Roh para Nabi dan utusan menuju ke Syurga Adnin.

2. Roh para ulama menuju ke Syurga Firdaus.

 3. Roh mereka yang berbahagia menuju ke Syurga Illiyyina.

4. Roh para shuhada berterbangan seperti burung di syurga mengikut kehendak mereka.

 5.Roh para mukmin yang berdosa akan tergantung di udara tidak di bumi dan tidak di langit sampai hari kiamat.

 6. Roh anak-anak orang yang beriman akan berada di gunung dari minyak misik.

 7.Roh orang-orang kafir akan berada dalam neraka Sijjin, mereka diseksa berserta jasadnya hingga sampai hari Kiamat.

" Telah bersabda Rasullullah saw:

Tiga kelompok manusia yang akan dijabat tangannya oleh para malaikat pada hari mereka keluar dari kuburnya:

1. Orang-orang yang mati syahid.

2. Orang-orang yang mengerjakan solat malam dalam bulan ramadhan.

3. Orang berpuasa di hari Arafah. Sekian untuk ingatan kita bersama. Kalau rajin.

Tolong sebarkan kisah ini kepada saudara Islam yang lain. Ilmu yang bermanfaat ialah salah satu amal yang berkekalan bagi orang yang mengajarnya meskipun dia sudah mati.
Renungkanlah.....

 Sila panjangkan (share) kisah ini kepada semua saudara islam kita. —

Senin, 23 Februari 2015

Mana yang lebih penting

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat Assalamu alaikum Sahabat, “Hikmah merupakan sesuatu yang hilang dari orang beriman, kemudian bila dia menjumpainya di mana saja maka dia akan mengambilnya” (HR Tirmizi) Salah satu pengertian hikmah adalah serangkaian kata dan kalimat yang menggugah dan mengubah pola pikir, sikap, cara bertutur kata, cara bertindak, dan kinerja pembacanya menjadi lebih positif, produktif, dan kontributif. Sumber hikmah terpenting bagi kita tentu saja adalah Alquran dan Hadist Sahih Rasulullah SAW. Semua sumber hikmah lain boleh kita jadikan rujukan sepanjang tidak bertentangan dengan Alquran dan Hadist Sahih Rasulullah SAW.Berikut adalah serangkaian kata dan kalimat hikmah dari Bunda Teresa. IT IS ALWAYS BETWEEN YOU AND GOD: DO IT ANYWAY! People are often unreasonable, illogical, and self-centered. Forgive them anyway. [Orang sering keterlaluan, tak logis dan hanya mementingkan diri sendiri. Bagaimana pun aku tetap akan memaafkan mereka]. If you are kind, People may accuse you of selfish, ulterior motives. Be kind anyway. [Bila aku baik hati, bisa saja orang menuduhku punya pamrih. Bagaimana pun aku tetap akan berbaik hati]. If you are successful, you will win some false friends and some true enemies. Succeed anyway. [Bila aku sukses, aku akan mendapat teman palsu dan musuh sejati. Bagaimana pun aku tetap akan sukses]. If you are honest and frank, people may cheat you. Be honest and frank anyway. [Bila aku jujur dan terbuka, orang mungkin menganggapku lugu dan bahkan akan menipuku. Bagaimana pun aku tetap akan jujur dan terbuka]. What you spend years building, someone could destroy overnight. Build anyway. [Apa yang kubangun selama bertahun-tahun, mungkin saja dihancurkan orang dalam semalam. Bagaimana pun aku tetap akan membangun]. If you find serenity and happiness, they may be jealous. Be happy anyway. [Bila aku menemukan kebahagiaan dan kedamaian hati, orang mungkin iri dan dengki. Bagaimana pun aku tetap akan berbahagia dan menemukan kedamaian hati]. The good you do today, people will often forget tomorrow. Do good anyway. [Kebaikan yang kulakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang. Bagaimana pun aku tetap akan melakukan kebaikan]. Give the world the best you have, and it may never be enough. Give the world the best you've got anyway. [Aku akan memberikan pada dunia milikku yang terbaik, dan mungkin itu tak akan pernah cukup. Bagaimana pun aku tetap akan memberikan yang terbaik dari diriku]. You see, in the final analysis, it is between you and God. It was never between you and them anyway. [Karena pada akhirnya ini adalah urusan antara aku dan Tuhan. Bagaimana pun ini bukan urusan antara aku dan mereka]. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari (suatu) urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain dan hanya kepada Allah saja hendaknya kamu berharap” (QS Al Insyirah [94]: 5-8). "Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Allah menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah" (QS Al Hadiid [57]: 22). "(Allah jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri" (QS Al Hadiid [57]: 23). “Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS An Nisaa [4]: 148). Subhanallah! Good MORNING My Friends. Have a POSITIVE, OPTIMISTIC & HUSNUZHON Wednesday!

ROMANTISME DALAM ISLAM

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat ROMANTISME DALAM ISLAM 1.Menggembirakan hati/perasaan istri itu berNILAI SEDEKAH dan itu bagian dari (teladan) SUNNAH RASULULLAH (Hikmah alhadist). 2.Ketahuilah jika suami melakukan hubungan badan dg istri dengan penuh kasih sayang maka ALLAH gugurkan dosa2nya melalui sela2 jarinya (Hikmah Alhadist). 3.Yang pertama suami cium/kecup ketika ingin (mulai) jima (hubungan badan) adalah pada kening/dahi istrinya dengan penuh kasih sayang. Kemudian bacalah doa seperti yang di contohkan Baginda Rasul Nabi Muhammad SAW Bismillahi, Allahumma jannibnasy syaithana wajannibisy-syaithana maa razaqtanaa (Dengan Nama Allah, ya Allah jauhkan setan dari kami dan jauhkan setan dari (anak) yang Engkau berikan kepada kami), Maka sesungguhnya jika ditakdirkan diantara keduanya didalam persetubuhan itu akan mendapat anak, niscaya setan tidak akan membahayakan anak itu selamanya. ( Hadits Shahih riwayat : Bukhari) 4.Wanita mempunyai kelebihan 99 bagian dalam kelezatan bersetubuh tetapi wanita takut (untuk berterus terang tentang hal itu) krn rasa malunya (Alhadist). 5.Jangan pernah sekalipun menceritakan rahasia pasangan kita karena perbuatan itu tak ubahnya meludah kemuka sendiri (Fiqih wanita418). 6.Ketahuilah istrimu merupakan rizqi bagimu. Oleh karena itu sayangilah dia setulus hatimu (AnNuur: 32). 7.Lelaki yang sholeh itu pasti sgt sayang pd istri dan anak2nya,demikian sebaliknya, istri sholehah sgt sayang pd keluarga (Ar-Rum:21). 8.Saling memuaskan sewajarnya kepada pasangan kita dalam hubungan biologis adalah salah satu kunci dari mendapat SAKINAH (Ar-Rum:21). 9.Sentuhan fisik membawa sentuhan bathin. Karena itu jangan remehkan bersentuhan fisik, walau hanya mencium istri atau suami anda. 10.Bagaimana mungkin aku menyakiti istriku sementara dia melayaniku dan merawat anak-anakku? (Umar bin Khattab) Subhanallah, semoga yang like dan mengucapkan Aamiin di kolom komentar mendapatkan jodoh terbaik yang dikehendaki. Aamiin

"POTRET IMAM YANG BERTANGGUNG JAWAB DALAM KELUARGA"

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat "POTRET IMAM YANG BERTANGGUNG JAWAB DALAM KELUARGA" 1. Ia senantiasa mengajak isterinya untuk menjadi wanita yang selalu beriman dan bertakwa kepada-Nya. 2. Ia senantiasa berusaha menjadikan rumah sebagai surga bagi isteri dan anak-anaknya. 3. Ia senantiasa berusaha untuk bertanggungjawa b atas segala kebutuhan nafkah isteri dan anaknya dengan rezeki yang halal. 4. Ia senantiasa membimbing isterinya menjadi seorang isteri yang selalu taat kepada suami. 5. Ia senantiasa bersikap ramah dan penyayang kepada isteri dan anak-anaknya. 6. Ia selalu menjaga cinta dan kasih sayangnya hanya kepada isterinya. Pantang baginya untuk mudah berpaling kepada wanita lain. 7. Ia senantiasa berusaha untuk menasehati isterinya di saat khilaf dan berbuat kesalahan. Dan tak segan-segan ia memaafkannya. 8. Ia senantiasa berusaha bersabar dalam menyikapi (misalnya) sifat buruk isterinya. Ia dengan telaten akan mengarahkannya untuk berubah menjadi lebih baik. 9. Ia senantiasa berusaha untuk lebih mengingat kebaikan isterinya dibanding dengan mengungkit-ungk it keburukannya. 10. Ia senantiasa berusaha menyelesaikan setiap permasalahan rumah tangga dengan sebaik-baiknya dan tak mudah menceritakannya kepada orang lain. 11. Ia senantiasa berusaha menjadi pemimpin yang baik dan bijak serta menjadi contoh yang baik bagi isteri dan anak-anaknya. 12. Dan ia selalu punya waktu untuk berkumpul santai bersama isteri dan anak-anaknya. Untuk para Akhy, Berusahalah menjadi imam yang demikian. Jadikan rumah sebagai surga bagi isteri dan anak. Untuk para Ukhty, Jika mendapatkan imam yang demikian, maka berbahagialah. Karena yang demikian akan mampu membawa Ukhty menjadi seorang makmum yang senantiasa mendapat Ridha-Nya. Insyaallah.. Subhanallah, semoga yang like dan mengucapkan Aamiin di kolom komentar mendapatkan jodoh terbaik yang dikehendaki. Aamiin

MEREKA YANG MENDAPAT MANISNYA IMAN

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat MEREKA YANG MENDAPAT MANISNYA IMAN Ada tiga golongan yang akan mendapat manisnya iman. Sebagaimana disebutkan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam hadist; Dari Anas, dari Nabi salallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman, (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim) Dalam hadith ini diguna istilah حَلاَوَةُ الإِيمَانِ (manisnya iman). Dalam ilmu balaghah, istilah seperti ini disebut isti’arah takhyiliyyah, yaitu majaz (kiasan) yang dibangun dari tasybih (penyerupaan) imajinasi. Dalam bahasa indonesia disebut juga majas metafora. artinya bahwa iman itu terasa manis. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari, ini mengindikasikan bahwa tidak semua orang bisa merasakannya. Sebagaimana manisnya madu hanya akan dirasakan oleh orang yang sehat, sedangkan orang yang sakit kuning tidak mampu merasakan manisnya. Demikian pula manisnya iman. Ia hanya didapatkan oleh orang-orang yang imannya “sehat”. Diantaranya adalah yang memenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam penggalan hadits berikutnya. Sebagian ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan manisnya iman merasakan lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai ridha Allah, lebih mengutamakan ridha-Nya dari pada kesenangan dunia, dan merasakan lezatnya kecintaan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. PERTAMA: MENJADIKAN ALLAH DAN RASUL-NYA SESUATU YANG PALING DICINTAI Seorang mukmin haruslah menyempurnakan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, baru ia mendapati manisnya iman. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya tidak cukup hanya sekadarnya, tetapi harus melebihi dari yang selainnya. Bahkan jika ia masih mencintai dirinya, isteri, anak dan keluarga serta yang lain melibihi cintanya pada Allah dan Rasul-Nya, maka ia tidak akan mendapat manisnya iman. Manusia akan merasakan kebahagiaan besar ketika sedang mencintai. Maka manisnya iman menjadi buah yang dirasakan seorang mukmin ketika ia mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sempurna. Inilah yang menjelaskan mengapa Bilal sanggup menahan panasnya pasir dan terik surya, beratnya batu yang menindihnya, serta hinaan menyakitkan Umayyah dan kawan-kawannya. Dalam kondisi demikian, Bilal tetap melantunkan manisnya iman melalui lisannya: “ahad, ahad…” Manisnya iman buah cinta ini pula yang membuat Khabab bin Al Art seakan tak merasakan luka-luka menganga di tubuhnya yang disalib. Maka ketika diminta pendapatnya bagaimana jika Rasulullah yang menggantikannya, ia menjawab dalam nada manisnya iman: “Bahkan aku tak rela jika kaki Rasulullah tertusuk duri” Dalam manisnya iman pula, sahabat-sahabat Ansar rela pulang tangan kosong tanpa ghanimah dalam Perang Hunain. Isak tangis mengharu biru ketika mereka tersadar bahwa Rasulullah hendak meneguhkan Islam para muallaf Makkah. Sementara mereka pulang membawa Rasulullah, biarlah orang lain pulang membawa unta dan kambing. KEDUA: MENCINTAI SESEORANG SEMATA-MATA KARENA ALLAH Jika kecintaan kepada Allah adalah yang pertama dan tidak boleh terkalahkan oleh selainnya, demikian pula Rasulullah sebagai manusia yang paling dicintai, bukan berarti kita tidak diperkenankan mencintai sesama. Cinta itu fitrah manusia. Maka mencintai kedua orang tua, anak, saudara, sahabat, dan sesama mukmin juga dibutuhkan. Dan tatkala cinta itu karena Allah semata, maka manisnya iman akan bisa dirasakan. Generasi pertama umat ini adalah generasi yang sukses dalam membina cinta karena Allah ini. Maka dengan cinta lillah, suku Aus dan Khazraj yang semula bermusuhan menjadi bersaudara di bawah satu bendera: Ansar. Pada saat itu, mereka merasakan manisnya iman. Lalu, muhajirin dan anshar yang belum pernah bersua pun, tiba-tiba menjadi saling berbagi. Membagi harta menjadi dua, membagi kebun dan rumah agar bisa sama-sama hidup layak dalam perjuangan bersama. Pada saat itu, mereka merasakan manisnya iman. KETIGA: MEMBENCI KEKAFIRAN, SEBAGAIMANA BENCINYA IA JIKA DILEMPAR KE DALAM API NERAKA Jika dua hal yang pertama adalah pekerjaan mencintai, hal ketiga yang membawa manisnya iman ini adalah pekerjaan sebaliknya: membenci. Yakni membenci kekufuran. Khususnya kekufuran yang telah ditinggalkannya dan diganti dengan Islam. Jika dahulu ia adalah seorang pemabuk, penjudi dan main wanita serta seluruh dosa ia lakukan, setelah ia mengenal Islam dan mengetahu akan bahaya dunia dan akhirat bagi para pelakunya, wajib baginya untuk tidak mengulangi lagi. Bahkan jika teman-temannya yang belum bertaubat mengajaknya kembali, ia tolak dengan tegas dan ia takut seakan-akan mau dicampakkan ke neraka. Dengan perasaan inilah seseorang akan dapat mereasakan manisnya iman. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam berbagai kesempatan juga mengingatkan para sahabat agar jangan sampai kembali kepada kejahiliyahan, meskipun hanya sebagian sifatnya. Maka Rasulullah mengingatkan kaum Anshar ketika hampir saja mereka bermusuhan kembali antara suku Aus dan Khazraj. Rasulullah juga pernah mengingatkan Abu Dzar tatkala berselisih dengan Bilal lalu mencelanya dengan nada sentimen kesukuan. “Sungguh dalam dirimu ada perilaku jahiliyah” tegur Rasulullah yang selalu dikenang Abu Dzar. Dan sejak saat itu ia lebih mencintai dan menghormati Bilal. Saudaraku, demikianlah lazat dan manisnya iman hanya didapat dengan tiga hal tersebut. Kita berdo’a semoga deberikaan kelazatan tersebut di dunia sebelum kelezatan di akhirat. Kita juga berdo’a agar hati kita dimampukan untuk melakukan amalan-amalan yang dapat menjadikan manis dan lazatnya iman kita. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali milik-Nya. Subhanallah... Semoga yang like dan mengucapkan Aamiin di kolom komentar kelak wafatnya khusnul khatimah dan masuk surga tanpa hisab. Aamiin

Jumat, 20 Februari 2015

Nafkah Untuk Sang Isteri

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat Nafkah Untuk Sang Isteri Kamis, 14 Januari 2010 16:18:13 WIB Kategori : Risalah : Rizqi & Harta NAFKAH UNTUK SANG ISTERI Hindun binti Utbah pernah datang menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengadukan kesulitannya karena suaminya tidak memberikan nafkah yang cukup untuknya dan anak-anaknya. Ia terpaksa mengambil harta suaminya tanpa sepengetahuannya untuk mencukupi kebutuhan. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya. خُذِي مَا يَكْفِيْكِ وَ وَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ "Ambillah (dari harta suamimu) apa yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang baik" [1] KEWAJIBAN SUAMI MEMBERI NAFKAH KELUARGA Kisah di atas mengilustrasikan kepada kita, bahwa suami memiliki kewajiban yang telah Allah tetapkan dan begitu urgen, sekaligus sebagai hak isteri yang wajib untuk dipenuhi. Kemampuan memberi nafkah ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa kaum lelaki lebih utama dari kaum wanita. Namun mungkin banyak diantara kaum muslimin yang tidak memahami masalah penting ini. Terlebih pada masa dewasa ini, di tengah maraknya upaya pengaburan norma-norma agama, banyak faktor yang ikut mempengaruhi perubahan pola pikir kaum Muslimin; kebodohan terhadap ajaran agama adalah salah satu sebab utama, disamping sikap membeo kepada orang-orang di luar Islam. DEFINISI NAFKAH MENURUT ULAMA Para ulama memberikan satu batasan tentang makna nafkah. Diantaranya sebagaimana disebutkan dalam Mu’jamul Wasith, yaitu apa-apa yang dikeluarkan oleh seorang suami untuk keluarganya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang selainnya [2]. Nafkah ini juga mencakup keperluan isteri sewaktu melahirkan, seperti pembiayaan bidan atau dokter yang menolong persalinan, biaya obat serta rumah sakit. Termasuk juga didalamnya adalah pemenuhan kebutuhan biologis isteri. Hukum memberi nafkah keluarga ini wajib atas suami, berdasarkan nash-nash Al Qur’an, Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam serta Ijma’ ulama. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. Allah tidaklah memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan" [Ath Thalaq : 7]. Juga firmanNya. وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik".[Al Baqarah : 233]. Jabir mengisahkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. اتَّقُوْا اللهَ فِيْ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُنَّ عوان عِندَكُمْ، أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ ، وَ لَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِالمَعْرُوْفِ "Bertaqwalah kalian dalam masalah wanita. Sesungguhnya mereka ibarat tawanan di sisi kalian. Kalian ambil mereka dengan amanah Allah dan kalian halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan rezki dan pakaian dari kalian".[3] Mayoritas ulama, diantaranya Ibnu Qudamah, berpendapat bahwa kewajiban suami memberi nafkah juga berlaku bagi isterinya dari kalangan wanita Kitabiah (Ahlul Kitab) jika ia memiliki isteri dari golongan mereka, berdasarkan keumuman nash-nash yang mewajibkan suami memberi nafkah isteri.[4] KEUTAMAAN MEMBERI NAFKAH KEPADA KELUARGA Tidaklah Allah Azza wa Jalla memerintahkan satu perkara, melainkan perkara itu pasti dicintaiNya dan memiliki keutamaan di sisiNya serta membawa kebaikan bagi para hamba. Termasuk masalah memenuhi nafkah keluarga. Melalui lisan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan tentang keutamaan memberi nafkah kepada keluarga. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. دِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في سَبِيْلِ اللهِ وَ دِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في رَقَبَةٍ وَ دِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلىَ مِسْكِيْنٍ وَدِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في على أهْلِكَ أعْظَمُهَا أجْرًا الَّذِي أنْفَتَهُ على أهْلِكَ "Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, pahala yang paling besar adalah dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu" [5]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. مَا أطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ مَا أطْعَمْتَ وَالِدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ مَا أطْعَمْتَ زَوْجَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ مَا أطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ "Apa yang engkau berikan untuk memberi makan dirimu sendiri, maka itu adalah sedekah bagimu, dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan anakmu, maka itu adalah sedekah bagimu, dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan orang tuamu, maka itu adalah sedekah bagimu. Dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan isterimu, maka itu adalah sedekah bagimu, dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan pelayanmu, maka itu adalah sedekah bagimu".[6] Al Hafizh Ibnul Hajar Al Asqalani berkata,”Memberi nafkah kepada keluarga merupakan perkara yang wajib atas suami. Syari’at menyebutnya sebagai sedekah, untuk menghindari anggapan bahwa para suami yang telah menunaikan kewajiban mereka (memberi nafkah) tidak akan mendapatkan balasan apa-apa. Mereka mengetahui balasan apa yang akan diberikan bagi orang yang bersedekah. Oleh karena itu, syari’at memperkenalkan kepada mereka, bahwa nafkah kepada keluarga juga termasuk sedekah (yang berhak mendapat pahala, Pen). Sehingga tidak boleh memberikan sedekah kepada selain keluarga mereka, sebelum mereka mencukupi nafkah (yang wajib) bagi keluarga mereka, sebagai pendorong untuk lebih mengutamakan sedekah yang wajib mereka keluarkan (yakni nafkah kepada keluarga, Pen) dari sedekah yang sunnat.”[7] Adalah satu hal yang sangat tidak logis, apabila ada suami yang makan-makan bersama teman-temannya, mentraktir mereka karena ingin terlihat hebat di mata mereka, sementara anak dan isterinya di rumah mengencangkan perut menahan lapar. Dimanakah sikap perwira dan tanggung jawabnya sebagai suami? Satu hal yang juga tidak kalah penting untuk diingat, bahwa suami wajib memberi nafkah dari rizki yang halal. Jangan sekali-kali memberi nafkah dari jalan yang haram, karena setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram berhak mendapat siksa api neraka. Sang suami akan dimintai pertanggungan jawaban tentang nafkah yang diberikan kepada keluarganya. KAPAN KEWAJIBAN MEMBERI NAFKAH BERAWAL? Para ulama kalangan Hanafiah berpendapat, kewajiban memberi nafkah ini mulai dibebankan ke pundak suami setelah berlangsungnya akad nikah yang sah; meskipun sang isteri belum berpindah ke rumah suaminya. Dasar pendapat mereka, diantara konsekuensi dari akad yang sah, ialah sang isteri menjadi tawanan bagi suaminya. Dan apabila isteri menolak berpindah ke rumah suaminya tanpa ada udzur syar’i setelah suaminya memintanya, maka ia tidak berhak mendapat nafkah dikarenakan isteri telah berbuat durhaka (nusyuz) kepada suaminya dengan menolak permintaan suaminya tersebut. Sedangkan ulama dari kalangan Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah berpendapat, kewajiban nafkah belum jatuh kepada suami hanya dengan akad nikah semata-mata. Kewajiban itu mulai berawal ketika sang isteri telah menyerahkan dirinya kepada suaminya, atau ketika sang suami telah mencampurinya, atau ketika sang suami menolak memboyong isterinya ke rumahnya, padahal sang isteri telah meminta hal itu darinya.[8] JENIS-JENIS NAFKAH Jenis nafkah yang wajib, yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan oleh sang isteri serta keluarganya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qudamah. Termasuk kategori nafkah wajib ini -tanpa ada perselisihan ulama- meliputi kebutuhan primer, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, perhiasan serta sarana-sarana dan peralatan yang dibutuhkan isteri untuk memenuhi kebutuhan primernya, juga pemenuhan kebutuhan biologisnya. Semua itu wajib dipenuhi oleh suami. Adapun kebutuhan selain itu, seperti biaya pengobatan dan pengadaan pembantu rumah tangga, terdapat silang pendapat di kalangan ulama. Mayoritas ahli fiqh berpendapat, biaya pengobatan isteri tidak wajib bagi suami. Demikian juga dengan pengadaan pembantu rumah tangga, tidak wajib bagi suami, kecuali jika hal itu (memberikan pembantu rumah tangga) sudah menjadi satu hal yang lumrah dalam keluarga sang isteri, ataupun di kalangan keluarga-keluarga lain di kaumnya. Namun yang penting harus diperhatikan, pengadaan pembantu rumah tangga ini juga tidak terlepas dari kesanggupan suami untuk memenuhinya. Jika tidak mampu memberikan pembantu rumah tangga untuk isterinya, maka tidak wajib bagi suami untuk mengadakannya, karena Allah tidak membebani seseorang di luar kesanggupannya. Ada satu kisah menarik yang bisa dijadikan pelajaran bagi para isteri. Fathimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengadu kepada ayahnya tentang luka-luka di tangannya yang dikarenakan pekerjaannya berkhidmah kepada suami. Wanita mulia ini mendengar, telah datang seorang budak kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun saat itu Fathimah tidak menjumpai Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya Fathimah menceritakan hal itu kepada ‘Aisyah. Ketika Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam datang, ‘Aisyah menceritakan pengaduan Fathimah kepada Beliau. Ali berkata: Ketika Beliau datang mengunjungi kami, dan pada saat itu kami bersiap-siap hendak tidur. Kami pun bangun mendengar kedatangan Beliau, namun Beliau berkata,"Tetaplah kalian berdua di tempat kalian.” Beliau datang dan duduk diantara aku dan Fathimah, hingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak tangan Beliau di perutku. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. ألاَ أدُلُّكُمَا عَلَى خَيْرٍ مِمَّ سَأَلْتُمَا ؟ إذَا أَخَذْتَمَا مَضَاجَعَكُمَا أوْ أَوَيْتَمَا إلى فِرَاشِكُمَا فَسَبِّحَا ثَلاَثًا وَ ثَلاَثِيْنَ وَاحْمِدَا ثَلاَثًا وَ ثَلاَثِيْنَ وَ كَبِّرَا أرْبَعًا وَ ثَلاَثِيْنَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ "Maukah kutunjukkan kepada kalian berdua sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian berdua minta? Jika kalian hendak tidur, maka ucapkanlah tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga dan takbir tiga puluh empat kali. Itu lebih baik bagi kalian daripada seorang pelayan.[9] Ali berkata,”Sejak saat itu aku tidak pernah meninggalkannya.” Dia (Ali) ditanya,”Juga pada malam perang Shiffin?” Ali menjawab,”Juga pada malam perang Shiffin.” TEKNIS PEMBERIAN NAKAH KELUARGA DAN KADARNYA Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar membawakan penjelasan ulama ketika menjelaskan teknis pemenuhan nafkah keluarga. Hal yang telah diketahui oleh kaum muslimin, baik dulu maupun sekarang, bahwa suami wajib memberi nafkah untuk dirinya dan keluarganya, menyediakan segala hal yang dibutuhkan oleh isteri serta anak-anaknya. Kebiasaan manusia pada umumnya tidak mengharuskan suami memberikan nafkah setiap hari, baik harta (uang) ataupun makanan, pakaian dan yang sejenisnya (artinya pemenuhan tersebut bersifat fleksibel, sesuai dengan tuntutan kebutuhan keluarga, Pen). Demikian juga teknis pemenuhan ini, tidak disandarkan kepada kadar nafkah serta (tidak pula) mewajibkan suami memberikan nafkah secara taradhin (saling ridha), ataupun berdasarkan keputusan hakim; kecuali jika terjadi perselisihan di antara suami-isteri yang disebabkan suami tidak memberikan nafkah kepada keluarga karena kekikirannya, atau karena kepergiannya atau pun karena ketidaksanggupannya memberi nafkah. Maka pada kondisi seperti ini, pemenuhan nafkah keluarga disandarkan kepada hukum secara suka sama suka (taradhin) atau berdasarkan keputusan hakim.”[10] Dari penjelasan di atas, dapatlah diambil kesimpulan, pemenuhan nafkah isteri ini dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan keluarganya. Artinya, sang suami boleh memberikan sejumlah harta serta hal-hal lain yang dibutuhkan keluarganya, secara per hari, per pekan ataupun per bulan dengan kadar yang disanggupinya, sebagai nafkah bagi keluarganya. Tentang masalah kadar nafkah ini, sebenarnya terdapat silang pendapat diantara para ulama. Siapakah yang menjadi barometer untuk menentukan kadar nafkah tersebut? keadaan isteri atau keadaan suami, ataukah keadaan keduanya? Ulama dari kalangan Hanabilah berpendapat, kadar nafkah diukur sesuai dengan kondisi suami-isteri. Jika keduanya termasuk golongan yang dimudahkan rizkinya oleh Allah (artinya sama-sama berasal dari keluarga berada), maka wajib bagi suami memberi nafkah dengan kadar yang sesuai dengan keadaan keluarga mereka berdua. Jika keduanya berasal dari keluarga miskin, maka kewajiban suami memberi nafkah sesuai dengan keadaan mereka. Namun, jika keduanya berasal dari keluarga yang berbeda tingkat ekonominya, maka kewajiban suami adalah memberikan nafkah sesuai dengan kadar keluarga kalangan menengah.[11] Sedangkan para ulama kalangan Hanafiah, Malikiyah dan Syafi’iyyah berpendapat, barometer yang dijadikan acuan untuk menentukan kadar nafkah yang wajib diberikan suami adalah keadaan suami itu sendiri, berdasarkan firman Allah Ta’ala. 'Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. Allah tidaklah memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan". [Ath Thalaq : 7] Pendapat ini diperkuat dengan penafsiran Imam Ibnu Katsir tentang makna lafazh (بِالْمَعْرُوفِ) pada ayat berikut. وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik". [Al Baqarah : 233] Ibnu Katsir berkata,”Yakni sesuai dengan keadaan umum yang diterima kalangan para isteri di negeri mereka, tanpa berlebih-lebihan ataupun pelit, sesuai dengan kesanggupannya dalam keadaan mudah, susah ataupun pertengahan.” Dalil lain yang memperkuat pendapat mereka ialah firmanNya Azza wa Jalla. وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ "Dan hendaklah kamu berikan suatu pemberian kepada mereka. Orang yang mampu sesuai dengan kemampuannya dan orang yang miskin sesuai dengan kemampuannya pula, yaitu pemberian menurut yang patut". [Al Baqarah:236]. FirmanNya Azza wa Jalla. لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا "Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya". [Al Baqarah : 286] Ayat-ayat di atas telah menjadikan beban taklif (kewajiban) memberi nafkah sesuai dengan kadar kesanggupan suami. NAFKAH ISTERI DALAM KONDISI YANG BERBEDA Secara umum, isteri memiliki hak nafkah dari suaminya. Namun terkadang, ada beberapa kondisi yang membuat sang isteri kehilangan haknya tersebut. Berikut ini adalah penjelasan sebagian kondisi tersebut. 1. Nafkah Bagi Isteri Yang Bekerja Di Luar Rumah. Sebagian ulama fiqh kontemporer berpendapat, isteri yang bekerja (di luar rumah) tetap berhak mendapat nafkah dari suaminya, jika ia bekerja dengan izin dari suaminya. Namun apabila ia bekerja tanpa mendapat izin dari suaminya, maka ia tidak berhak mendapatkan nafkah. Tentang hal ini, ketika menjelasan alasan, mengapa isteri yang bekerja di luar rumah tidak mendapat nafkah, Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar berkata,”Pendapat yang benar adalah, wanita yang bekerja tidak berhak mendapat nafkah. Karena suami mampu mencegahnya dari bekerja dan keluar dari rumah (dengan mencukupi nafkahnya), dan (menetapnya isteri di rumah suami) merupakan hak suaminya. Kewajiban suami memberi nafkah kepada isteri disebabkan karena status isteri yang menjadi tawanan suaminya dan ia wajib meluangkan waktunya untuk suaminya. Jika sang isteri bekerja (tanpa izin suaminya) dan mendapatkan uang, maka sebab yang menjadikan suami wajib memberikan nafkah kepadanya telah gugur.” [13] 2. Nafkah Isteri Yang Durhaka Kepada Suaminya (Nusyuz). Jika sang isteri berbuat durhaka kepada suaminya, seperti menolak untuk tidur bersama, keluar dari rumah suami tanpa seizinnya, atau menolak bepergian bersama suaminya, maka sang isteri tidak berhak mendapat nafkah serta tempat tinggal. Demikian ini pendapat jumhur Ahli Ilmu, seperti: Asy Sya’bi, Hammad, Malik, Al Auza’i, Syafi’i, serta Abu Tsaur. Sedangkan Al Hakam berpendapat, isteri yang nusyuz tetap berhak mendapat nafkah. Ibnu Al Mundzir berkata,”Aku tidak mengetahui seorang pun yang menyelisihi pendapat jumhur ini, kecuali Al Hakam. Sepertinya ia berhujjah bahwa kedurhakaan seorang isteri tidak menggugurkan haknya untuk mendapatkan mahar setelah adanya akad, maka demikian pula dalam hal nafkah.” Ibnu Abdil Barr mensyaratkan nusyuz yang menggugurkan hak isteri untuk mendapat nafkah, yaitu bila tidak disertai kehamilan sang isteri. Ia berkata,”Istri yang durhaka kepada suaminya setelah ia dicampuri, gugurlah kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepadanya, kecuali jika ia hamil.” Tentang pernyataan ini, Dr Umar Sulaiman Al Asyqar berkata,”Dan ini adalah pensyaratan yang shahih, karena nafkah yang diberikan kepada isteri yang hamil tersebut adalah untuk anaknya. Dan hal itu tidak mungkin tersampaikan kepada anak, kecuali dengan memberi nafkah kepada isterinya (ibu sang bayi)."[14] 3. Nafkah Bagi Isteri Yang Dicerai. Berdasarkan kesepakatan para ulama, perlu diperhatikan beberapa catatan penting menyangkut nafkah isteri yang dicerai.[15] Jika isteri dicerai sebelum terjadinya persetubuhan, maka sang isteri tidak berhak mendapat nafkah, karena tidak ada masa iddah baginya, bedasarkan firman Allah Azza wa Jalla. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا "Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menikahi wanita-wanita beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta untuk menyempurnakannya". [Al Ahzab : 49]. Wajib atas suami memberikan nafkah kepada isteri yang dithalak raj’i [16]. Ibnu Abdil Barr berkata,”Tidak ada perselisihan diantara ulama, bahwa wanita yang dithalak raj’i berhak mendapat nafkah dari suaminya, baik mereka dalam keadaan hamil ataupun tidak; karena mereka masih berstatus sebagai isteri yang berhak mendapat nafkah, tempat tinggal serta harta warisan selama mereka dalam masa ‘iddah.” Wanita hamil yang dithalak ba’in [17] ataupun yang suaminya meninggal, wajib diberikan nafkah sampai ia melahirkan anaknya, berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla. وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ "Dan jika mereka (isteri-isteri yang dicerai itu) sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan". [Ath Thalaq : 6].[18] Jadi wanita yang dithalak ba’in dalam keadaan hamil, ia berhak mendapatkan nafkah karena sebab kehamilannya tersebut, (bukan karena ‘iddahnya) sampai ia melahirkan. Dan jika sang isteri menyusui anak suaminya tersebut setelah dicerai, maka ia berhak mendapat upah, berlandaskan firman Allah Azza wa Jalla. فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ "Maka jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu, maka berikanlah mereka upahnya, dan musyawarahkanlah segala sesuatu dengan baik". [Ath Thalaq : 6] Sebagaimana dikatakan oleh Imam Adh Dhahak,”Jika sang suami mencerai isterinya, dan ia memiliki anak dari isterinya itu, kemudian isterinya tersebut menyusui anaknya, maka sang isteri berhak mendapat nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.”[19] Adapun jika sang isteri tidak sedang hamil (ketika dithalak ba’in), maka ia tidak berhak mendapat nafkah dari suaminya. Berdasarkan hadits dari Fatimah binti Qais, ketika ia diceraikan suaminya. Kemudian ketika ia meminta nafkah, suaminya menolak memberinya. Akhirnya ia meminta fatwa kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini. Maka Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. لَيْسَ لَكِ عَلَيْهِ نَفَقَةٌ وَ لاَ سَكَنَى "Tidak ada lagi kewajiban atas suamimu untuk memberimu nafkah dan tempat tinggal". [20] JIKA SUAMI TIDAK MAMPU MEMBERI NAFKAH Imam As Sarkhasi berkata,”Setiap wanita telah ditetapkan untuknya bagian dari nafkah atas suaminya. Baik suaminya masih muda, tua ataupun suaminya miskin dan tidak mampu untuk memberi nafkah, maka (ketika itu) ia (isteri) diperintahkan untuk menghutangi suaminya, (yakni nafkah yang belum ia terima menjadi hutang suaminya yang harus ia tunaikan kepada isterinya. Kemudian hendaklah ia kembali kepada suaminya, dan hakim tidak boleh menahannya, jika ia mengetahui ketidakmampuannya untuk memberi nafkah kepada isterinya.” Sedangkan ulama kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, isteri diberi pilihan untuk tetap bersama suami dalam kemiskinannya itu atau bercerai dari suaminya, dan suami tidak dibebani kewajiban untuk memberi nafkah selama ia tidak mampu. Mengenai nafkah yang terhutang, apakah tetap menjadi hutang tanggungan suaminya selama ia berada dalam masa sulitnya? Dalam masalah ini terdapat perselisihan di kalangan ulama. Ulama kalangan madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, bahwa nafkah tersebut tetap menjadi hutang tanggungan suami. Sedangkan ulama madzhab Malikiyah berpendapat, gugurnya kewajiban memberi nafkah tersebut disebabkan ketidakmampuan suami.[21] HUKUM SUAMI YANG MEMINTA KEMBALI NAFKAH YANG TELAH IA BERIKAN Apabila seorang suami telah memberikan nafkah kepada isterinya, kemudian ia menceraikan isterinya tersebut atau ia meninggal, maka seorang suami tidak boleh meminta kembali nafkah yang telah diberikannya. Imam An Nawawi menjelaskan,”Jika sang isteri telah mendapat nafkah, kemudian isteri tersebut meninggal pada pertengahan hari, maka tidak boleh (bagi suami) untuk meminta kembali nafkah yang telah diberikannya tersebut. Akan tetapi harta isterinya tersebut dibagi-bagikan kepada ahli waris yang berhak menerima. Dan jika isteri meninggal, atau ia dithalaq ba’in oleh suaminya pada pertengahan hari, sedangkan dia pada awal hari tersebut (sebelum ia meninggal atau dithalaq) belum mendapatkan nafkah dari suaminya, maka nafkah tersebut menjadi hutang suami yang wajib ia tunaikan.”[22] ANCAMAN BAGI SUAMI YANG BAKHIL Tentang suami yang bakhil ini, telah datang banyak nash yang memuat ancaman baginya. Diantaranya ialah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut. كَفَى بِالمَرْءِ إِثْماً أنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ "Cukuplah sebagai dosa bagi suami yang menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya."[23] Juga sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيْهِ إلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلَ أحَدُهُمَا : اللهُمَّ أعْطِ مُنْفْقًا خَلَفًا، وَ يَقُوْلُ الآخَرُ: اللهُمَّ أعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا "Tidaklah para hamba berada dalam waktu pagi, melainkan ada dua malaikat yang turun. Salah satu dari mereka berdoa,”Ya, Allah. Berikanlah kepada orang yang menafkahkan hartanya balasan yang lebih baik,” sedangkan malaikat yang lain berdoa,”Ya, Allah. Berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan hartanya (tidak mau menafkahkannya).”[24] Bakhil dan kikir adalah sifat tercela yang dilarang Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla telah memberikan ancaman berupa kebinasaan dan dosa bagi suami yang tidak mau memenuhi nafkah keluarganya, padahal ia mampu untuk memberinya. Hal ini bisa kita fahami, karena memberi nafkah keluarga adalah perintah syari’at yang wajib ditunaikan suami. Apabila seorang suami bakhil dan tidak mau memenuhi nafkah anak serta isterinya, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban yang Allah bebankan kepadanya, sehingga ia berhak mendapat ancaman siksa dari Allah. Wal’iyadzu billah. Demikianlah sebagian ulasan berkenaan kewajiban suami, yang menjadi pilar diantara pilar-pilar rumah tangga. Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa membimbing kaum muslimin seluruhnya, sehingga mampu menjalankan setiap kewajiban secara konsekwen sesuai tuntunan syari’at, untuk mewujudkan cita-cita rumah tangga sakinah, mawaddah wa rahmah. Amin, Allahumma, Amin. (Az Zarqa’). Maraji: 1. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Dar Ath Thayyibah, Cetakan I. 2. Ahkamuz Zawaj, Dr. Umar Sulaiman Al Asyqari, Dar An Nufasa’, Cetakan II. 3. Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhush Shalihin, Syaikh Salim bin ‘Id Al Hilali, Dar Ibnul Jauzi, Cetakan I. 4. Isyratun Nisa’, Usamah bin Kamal bin Abdurrazaq, Dar Al Wathan Lin Nasyr, Cetakan II. 5. Adabuz Zifaf, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Al Maktab Al Islami. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun VIII/1424H/2004M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] _______ Footnote [1]. HR Bukhari dan Muslim dan selain keduanya. [2]. Lihat juga Lisanul ‘Arab, 3/693. [3]. HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi. [4]. Ahkamuz Zawwaj, hlm. 280. [5]. HR Muslim, Ahmad dan Baihaqi. [6]. HR Ibnu Majah, 2138; Ahmad, 916727; dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah, 1739. [7]. Fathul Bari, 9/498. [8]. Lihat Ahkamuz Zawwaj, hlm. 281-282 dengan bahasa dari penyusun [9]. HR Bukhari. [10]. Ahkamuz Zawaj, hlm. 281. [11]. Ahkamuz Zawaj, hlm. 284. [12]. Tafsir Al Qur’anul ‘Azhim, I/638. [13]. Ahkamuz Zawaj, hlm. 282. [14]. Ahkamuz Zawaj, hlm 283. [15]. Ahkamuz Zawaj, hlm. 288-289. [16]. Thalak raj’i adalah thalak yang masih mempunyai kesempatan untuk ruju' kembali selama belum usai masa ‘iddah. Jika telah melewati masa iddah, wajib membuat aqad baru, bila mereka ingin bersatu kembali. [17]. Thalak ba’in adalah thalak yang tidak ada ruju' kembali, kecuali jika isterinya tersebut telah menikah dengan laki-laki lain, kemudian ia dicerai. [18]. Ahkamuz Zawaj, hlm. 288-289 [19]. Tafsir Al Qur’anul ‘Azhim, I/638 [20]. HR Bukhari dan Muslim, dan selain keduanya. Lihat Ahkamuz Zawaj hlm. 289 [21]. Ahkamuz Zawaj, hlm. 287-288 [22]. Ahkamuz Zawaj, hlm. 288. [23]. HR Muslim. [24]. Muttafaqun ‘alaihi.

ANTARA NAFKAH ISTRI DAN UANG BELANJA

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat Harta isteri adalah harta milik isteri, baik yang dimiliki sejak sebelum menikah, atau pun setelah menikah. Harta istri setelah menikah yang terutama adalah dari suami dalam bentuk nafaqah (nafkah), selain juga mungkin bila isteri itu bekerja atau melakukan usaha yang bersifat bisnis. Khusus masalah nafkah, sebenarnya nafkah sendiri merupakan kewajiban suami dalam bentuk harta benda untuk diberikan kepada isteri. Segala kebutuhan hidup istri mulai dari makanan, pakaian dan tempat tinggal, menjadi tanggungan suami. Dengan adanya nafkah inilah kemudian seorang suami memiliki posisi qawam (pemimpin) bagi istrinya, sebagaimana firman Allah SWT: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa': 34) Namun yang seringkali terjadi, sebagian kalangan beranggapan bahwa nafkah suami kepada istri adalah biaya kehidupan rumah tangga atau uang belanja saja. Pemandangan sehari-harinya adalah suami pulang membawa amplop gaji, lalu semua diserahkan kepada isterinya. Cukup atau tidak cukup, pokoknya ya harus cukup. TInggallah si istri pusing tujuh keliling, bagaimana mengatur dan menyusun anggaran belanja rumah tangga. Kalau istri adalah orang yang hemat dan pandai mengatur pemasukan dan pengeluaran, suami tentu senang. Yang celaka, kalau istri justru kacau balau dalam memanaje keuangan. Alih-alih mengatur keuangan, yang terjadi justru besar pasak dari pada tiang. Ujung-ujungnya, suami yang pusing tujuh keliling mendapati istrinya pandai membelanjakan uang, plus hobi mengambil kredit, aktif di arisan dan berbagai pemborosan lainnnya. Padahal kalau kita kembalikan kepada aturan asalnya, yang namanya nafkah itu lebih merupakan ‘gaji’ atau honor dari seorang suami kepada istrinya. Sebagaimana ‘uang jajan’ yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya. Adapun kebutuhan rumah tangga, baik untuk makan, pakaian, rumah, listrik, air, sampah dan semuanya, sebenarnya di luar dari nafkah suami kepada istri. Kewajiban mengeluarkan semua biaya itu bukan kewajiban istri, melainkan kewajiban suami. Kalau suami menitipkan amanah kepada isterinya untuk membayarkan semua biaya itu, boleh-boleh saja. Tetapi tetap saja semua biaya itu belum bisa dikatakan sebagai nafkah buat istri. Sebab yang namanya nafkah buat isteri adalah harta yang sepenuhnya menjadi milik istri. Kira-kira persis dengan nafkah di awal sebelum terjadinya akad nikah, yaitu mahar atau maskawin. Kita tahu bahwa sebuah pernikahan diawali dengan pemberian mahar atau maskawin. Dan kita tahu bahwa mahar itu setelah diserahkan akan menjadi sepenuhnya milik istri. Suami sudah tidak boleh lagi meminta mahar itu, karena mahar itu statusnya sudah jadi milik istri. Kalau seandainya istri dengan murah hati lalu memberi sebagian atau seluruhnya harta mahar yang sudah 100% menjadi miliknya kepada suaminya, itu terserah kepada dirinya. Tapi yang harus dipastikan adalah bahwa mahar itu milik istri. Sekarang bagaimana dengan nafkah buat istri? Kalau kita mau sedikit cermat, sebenarnya dan pada hakikatnya, yang disebut dengan nafkah buat istri adalah harta yang sepenuhnya diberikan buat istri. Dan kalau sudah menjadi harta milik istri, maka istri tidak punya kewajiban untuk membiayai penyelenggaraan rumah tangga. Nafkah itu ‘bersih’ menjadi hak istri, di luar biaya makan, pakaian, bayar kontrakan rumah dan semua kebutuhan sebuah rumah tangga. Mungkin Anda heran, kok segitunya ya? Kok matre’ banget sih konsep seorang istri dalam Islam? Jangan heran dulu, kalau kita selama ini melihat para isteri tidak menuntut nafkah ‘eksklusif’ yang menjadi haknya, jawabnya adalah karena para isteri di negeri kita ini umumnya telah dididik secara baik dan ditekankan untuk punya sifat qana’ah. Saking mantabnya penanaman sifat qana’ah itu dalam pola pendidikan rumah tangga kita, sampai-sampai mereka, para isteri itu, justru tidak tahu hak-haknya. Sehingga mereka sama sekali tidak mengotak-atik hak-haknya. Memandang fenomena ini, salah seorang murid di pengajian nyeletuk, “Wah, ustadz, kalau begitu hal ini perlu tetap kita rahasiakan. Jangan sampai istri-istri kita sampai tahu kalau mereka punya hak nafkah seperti itu.” Yang lain menimpali, “Setuju stadz, kalau sampai istri-istri kita tahu bahwa mereka punya hak seperti itu, kita juga ntar yang repot nih ustadz. Jangan-jangan nanti mereka tidak mau masak, ngepel, nyapu, ngurus rumah dan lainnya, sebab mereka bilang bahwa itu kan tugas dan kewajiban suami. Wah bisa rusak nih kita-kita, ustadz.” Yang lain lagi menambahi, “Benar ustadz, bini ane malahan sudah tahu tuh masalah ini. Itu semua kesalahan ane juga sih awalnya. Sebab bini ane tuh, ane suruh kuliah di Ma’had A-Hikmah di Jalan Bangka. Rupanya materi pelajarannya memang sama ame nyang ustadz bilang sekarang ini. Cuman bini ane emang nggak tiap hari sih begitu, kalo lagi angot doang.” “Tapi kalo lagi angot, stadz, bah, ane jadi repot sendiri. Tuh bini kagak mao masak, ane juga nyang musti masak. Juga kagak mau nyuci baju, ya udah terpaksa ane yang nyuciin baju semua anggota keluarga.Wii, pokoknya ane jadi pusing sendiri karena punya bini ngarti syariah.” Menjawab ‘keluhan’ para suami yang selama ini sudah terlanjur menikmati ketidak-tahuan para isteri atas hak-haknya, kami hanya mengatakan bahwa sebenarnya kita sebagai suami tidak perlu takut. Sebab aturan ini datangnya dari Allah juga. Tidak mungkin Allah berlaku berat sebelah. Sebab Allah SWT selain menyebutkan tentang hak-hak seorang isteri atas nafkah ‘eksklusif’, juga menyebutkan tentang kewajiban seorang isteri kepada suami. Kewajiban untuk mentaati suami yang boleh dibilang bisa melebihi kewajibannya kepada orang tuanya sendiri. Padahal kalau dipikir-pikir, seorang anak perempuan yang kita nikahi itu sejak kecil telah dibiayai oleh kedua orang tuanya. Pastilah orang tua itu sudah keluar biaya besar sampai anak perawannya siap dinikahi. Lalu tiba-tiba kita kita datang melamar si anak perawan itu begitu saja, bahkan kadang mas kawinnya cuma seperangkat alat sholat tidak lebih dari nilai seratus ribu perak. Sudah begitu, dia diwajibkan mengerjakan semua pekerjaan kasar layaknya seorang pembantu rumah tangga, mulai dari shubuh sudah bangun dan memulai semua kegiatan, urusan anak-anak kita serahkan kepada mereka semua, sampai urusan genteng bocor. Sudah capek kerja seharian, eh malamnya masih pula ‘dipakai’ oleh para suaminya. Jadi sebenarnya wajar dan masuk akal kalau untuk para isteri ada nafkah ‘eksklusif’ di mana mereka dapat hak atas ‘honor’ atau gaji dari semua jasa yang sudah mereka lakukan sehari-hari, di mana uang itu memang sepenuhnya milik isteri. Suami tidak bisa meminta dari uang itu untuk bayar listrik, kontrakan, uang sekolah anak, atau keperluan lainnya. Dan kalau isteri itu pandai menabung, anggaplah tiap bulan isteri menerima ‘gaji’ sebesar Rp 1 juta yang utuh tidak diotak-atik, maka pada usia 20 tahun perkawinan, isteri sudah punya harta yang lumayan 20 x 12 = 240 juta rupiah. Lumayan kan? Nah hartai tu milik isteri 100%, karena itu adalah nafkah dari suami. Kalau suami meninggal dunia dan ada pembagian harta warisan, harta itu tidak boleh ikut dibagi waris. Karena harta itu bukan harta milik suami, tapi harta milik isteri sepenuhnya. Bahkan isteri malah mendapat bagian harta dari milik almarhum suaminya lewat pembagian waris

Jumat, 23 Januari 2015

Dosa Meninggalkan Solat Fardhu :

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat Dosa Meninggalkan Solat Fardhu : 1. Solat Subuh : satu kali meninggalkan akan dimasukkan ke dalam neraka selama 30 tahun yang sama dengan 60.000 tahun di dunia. 2. Solat Zuhur : satu kali meninggalkan dosanya sama dengan membunuh 1.000 orang umat islam. 3. Solat Ashar : satu kali meninggalkan dosanya sama dengan menutup/meruntuhkan ka’bah. 4. Solat Magrib : satu kali meninggalkan dosanya sama dengan berzina dengan orangtua. 5. Solat Isya : satu kali meninggalkan tidak akan di redhai Allah SWT tinggal di bumi atau di bawah langit serta makan dan minum dari nikmatnya. 6 Siksa di Dunia Orang yang Meninggalkan Solat Fardhu : 1. Allah SWT mengurangi keberkatan umurnya. 2. Allah SWT akan mempersulit rezekinya. 3. Allah SWT akan menghilangkan tanda/cahaya soleh dari raut wajahnya. 4. Orang yang meninggalkan solat tidak mempunyai tempat di dalam islam. 5. Amal kebaikan yang pernah dilakukannya tidak mendapatkan pahala dari Allah SWT. 6. Allah tidak akan mengabulkan doanya. 3 Siksa Orang yang Meninggalkan Solat Fardhu Ketika Menghadapi Sakratul Maut : 1. Orang yang meninggalkan solat akan menghadapi sakratul maut dalam keadaan hina. 2. Meninggal dalam keadaan yang sangat lapar. 3. Meninggal dalam keadaan yang sangat haus. 3 Siksa Orang yang Meninggalkan Solat Fardhu di Dalam Kubur : 1. Allah SWT akan menyempitkan kuburannya sesempit sempitnya. 2. Orang yang meninggalkan solat kuburannya akan sangat gelap. 3. Disiksa sampai hari kiamat tiba. 3 Siksa Orang yang Meninggalkan Solat Fardhu Ketika Bertemu Allah : 1. Orang yang meninggalkan solat di hari kiamat akan dibelenggu oleh malaikat. 2. Allah SWT tidak akan memandangnya dengan kasih sayang. 3. Allah SWT tidak akan mengampunkan dosa dosanya dan akan di azab sangat pedih di neraka. Mengenai balasan bagi orang yang meninggalkan Solat Fardu: “Rasulullah SAW, diperlihatkan pada suatu kaum yang membenturkan kepala mereka pada batu, Setiap kali benturan itu menyebabkan kepala pecah, kemudian ia kembali kepada keadaan semula dan mereka tidak terus berhenti melakukannya. Lalu Rasulullah bertanya: “Siapakah ini wahai Jibril”? Jibril menjawab: “Mereka ini orang yang berat kepalanya untuk menunaikan Solat fardhu”. (Hadits Riwayat Tabrani, sanad shahih)

10 Sebab Matinya Hati dan Tidak Dikabulkannya Doa

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat 10 Sebab Matinya Hati dan Tidak Dikabulkannya Doa Dikisahkan bahwa suatu hari, seorang ulama yg bernama Ibrahim bin Adham melintas di pasar Bashrah/Iraq, lalu orang-orang berkumpul mengerumuninya seraya berkata, “Wahai Abu Ishaq (nama panggilannya), apa sebab kami selalu berdoa namun tidak pernah dikabulkan?” Ia menjawab, “Karena hati kalian telah mati oleh 10 hal: 1. kalian mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-Nya. 2. kalian mengaku cinta kepada Rasulullah tetapi kalian meninggalkan sunnahnya/ajarannya. 3. kalian membaca al-Qur’an tetapi kalian tidak mengamalkan isinya. 4. kalian memakan nikmat-nikmat Allah tetapi kalian tidak pernah pandai mensyukurinya. 5. kalian mengatakan bahwa syaitan itu adalah musuh kalian tetapi kalian malah mengikuti jalannya. 6. kalian katakan bahwa surga itu adalah haq (benar adanya) tetapi kalian tidak beramal untuk menggapainya. 7. kalian katakan bahwa neraka itu adalah haq (benar adanya) tetapi kalian tidak berupaya menjauh darinya. 8. kalian katakan bahwa kematian itu adalah haq (benar adanya) tetapi kalian tidak pernah menyiapkan diri untuk menghadapinya. 9. kalian bangun dari tidur lantas sibuk memperbincangkan aib orang lain tetapi kalian lupa dengan aib sendiri. 10. kalian kuburkan orang-orang yang meninggal dunia di kalangan kalian tetapi kalian tidak pernah mengambil pelajaran darinya.” (Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang hidup sekitar tahun 100-165 hijriyah) http://www.alsofwah.or.id/

Selasa, 20 Januari 2015

Tingginya kedudukan seorang Ibu...

shalat sempurna, shalat nabi, sholat nabi, shalat berjamaah, sholat berjamaah, shalat khusyu, sholat khusyu, tentang shalat, tentang sholat, bacaan shalat, bacaan sholat KronologiTentangTeman991Foto Lainnya Pertiwi Yunizar Perbarui Foto Profil Pertiwi Yunizar Kronologi Terbaru Status Foto / Video Peristiwa Aktual Status Foto / Video Peristiwa Aktual Apa yang Anda pikirkan? Hanya Saya Kabar Berita Pertiwi Yunizar berbagi tautan. 2 jam · Cara Alami Memutihkan Ketiak Hitam Ketiak adalah salah satu bagian tubuh yang mungkin jarang terekspose. Tetapi, tetap saja perlu dirawat kan? vemale.com Suka · · Bagikan Pertiwi Yunizar Tulis komentar... Pertiwi Yunizar berbagi foto Islam itu Indah. 2 jam · Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [QS Ali Imran: 185] “Tiga perkara yang akan mengikuti mayyit (orang mati), namun dua akan kembali dan hanya satu yang tinggal bersamanya; yang akan mengikutinya adalah keluarganya, hartanya dan amalnya, maka keluarganya dan hartanya kembali dan amalnya tetap tinggal.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim] Siapkan pundi-pundi bekalmu Untuk masa yang pasti menantimu Bila kematian datang menjemputmu Sampailah sudah batas hayatmu Tibalah saatnya kau bertaubat Dari segala perilaku jahat Hendaklah waspada wahai umat Sebelum ajalmu dijemput malaikat Di hari kiamat kau akan menyesal Karena kau pergi tanpa bekal Di tempat yang selalu dirundung sial Peristiwa yang menanti di balik ajal Tidakkah Anda merasa kecewa Sahabatmu yang senyum ceria Karena bekal yang cukup tersedia Sedang dirimu haus dahaga Sungguh umur bertambah usia berkurang, semakin hari semakin dekat dg jadwal kematian, semestinya semakin bersiap siap. . Sahabat FB tercinta, mari kita renungi Kalam Allah surah Al. Hasyr ayat 18 : ”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok ( akherat ), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu semua kerjakan” [Dari buku: Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat (terjemahan dari Taujihat Islamiyah li Islahil Fardi wal Mujtama’), hal. 60-61, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah,] http://sofyanruray.info/sudah-siapkah-bekalmu/ - Islam itu Indah Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [QS Ali Imran: 185] “Tiga perkara yang akan mengikuti mayyit (orang mati), namun dua akan kembali dan hanya satu yang tinggal bersamanya; yang akan mengikutinya adalah keluarganya, hartanya dan amalnya, maka keluarganya dan hartanya kembali dan amalnya tetap tinggal.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim] Siapkan pundi-pundi bekalmu Untuk masa yang pasti menantimu Bila kematian datang menjemputmu Sampailah sudah batas hayatmu Tibalah saatnya kau bertaubat Dari segala perilaku jahat Hendaklah waspada wahai umat Sebelum ajalmu dijemput malaikat Di hari kiamat kau akan menyesal Karena kau pergi tanpa bekal Di tempat yang selalu dirundung sial Peristiwa yang menanti di balik ajal Tidakkah Anda merasa kecewa Sahabatmu yang senyum ceria Karena bekal yang cukup tersedia Sedang dirimu haus dahaga Sungguh umur bertambah usia berkurang, semakin hari semakin dekat dg jadwal kematian, semestinya semakin bersiap siap. . Sahabat FB tercinta, mari kita renungi Kalam Allah surah Al. Hasyr ayat 18 : ”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok ( akherat ), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu semua kerjakan” [Dari buku: Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat (terjemahan dari Taujihat Islamiyah li Islahil Fardi wal Mujtama’), hal. 60-61, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah,] http://sofyanruray.info/sudah-siapkah-bekalmu/ - Suka · · Bagikan Pertiwi Yunizar Tulis komentar... Kabar Berita Candra Wahono berbagi tautan — bersama Suyatous Suyato dan 32 lainnya. 3 jam · Gadis-gadis mabuk yang lucu YouTube dl.dropboxusercontent.com Suka · Helio Tigris Eeeuh, sepertinya ada yg sdh meng'HACK' akun pribadinya Mr.Candra Wahono niy ??? Gambar ini lagi...gambar ini lagiiiii .... . Teman-eman, tolong jangan dibuka ya....ntar nular . 2 jam · Suka Pertiwi Yunizar Tulis komentar... Neny Yusreini Sabrie menambahkan 5 foto baru — bersama Ressy Arza dan 4 lainnya. 10 jam · Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Bagikan Neny Yusreini Sabrie menambahkan 5 foto baru. 10 jam · Bersama ressy — bersama Ressy Arza dan 2 lainnya. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Suka · · Bagikan Ismail Alfaruqi, Tri Harjono dan 3 orang lainnya menyukai ini. Tatik Lubis Mak tanga ala malam istirahat dulu 10 jam · Suka Neny Yusreini Sabrie Dak bisa tidu Tik....nah Tatik ngapain masih bangun 9 jam · Suka Tatik Lubis Hehehe samo sajo dak bisa tidu 9 jam · Suka Neny Yusreini Sabrie xixixixixixi makanyo iseng maktanga up load foto 9 jam · Suka Pertiwi Yunizar Tulis komentar... Neny Yusreini Sabrie menambahkan 10 foto baru. 10 jam · Dgn Tiwi,setelah lama nggak ketemu di resepsi putranya pak Tri Harjono. — bersama Erwina Yunarti dan 3 lainnya. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Foto Neny Yusreini Sabrie. Suka · · Bagikan Ismail Alfaruqi dan Tri Harjono menyukai ini. Erwina Yunarti Wow..reunian, 4 jam · Suka Tri Harjono Thanks very much all colleagues of CFCD,......and others,....so many,....GBU all, aamiin,...... 40 menit · Suka Pertiwi Yunizar Tulis komentar... Kabar Berita Pertiwi Yunizar berbagi foto Islam itu Indah. 14 jam · Tingginya kedudukan seorang Ibu... Penanya : Wahai syaikh ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku. Dan terjadi masalah antara beliau dengan istriku... Syaikh : Ulangi pertanyaanmu! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku... Syaikh : Ulangi pertanyaanmu ! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku ... Syaikh : Ulangi lagi pertanyaanmu ! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku ... Syaikh : Ulangi lagi pertanyaanmu !!! Penanya : Wahai syaikh tolong biarkan aku menyelesaikan dulu pertanyaanku jangan Anda potong ... Syaikh : Pertanyaanmu salah, yang benar engkaulah yang hidup menumpang pada ibumu, meski rumah itu milikmu, atas namamu. Penanya : Iya syaikh, kalau demikian selesai sudah permasalahannya. -aboo moaadz- Pelajaran : Jangan durhaka wahai anak, jangan durhaka wahai menantu ! kamu dengan seluruh hartamu adalah milik ibumu. (via Abul Aswad Al Bayaty) ========================= Ibumu… Kemudian Ibumu… Kemudian Ibumu… Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Beliau menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim) “Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa' : 23-24] “Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya...” [Al-‘Ankabuut: 8] ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata. “Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ (HR Bukhari) Harta Anak Itu Milik Orang Tua http://pengusahamuslim.com/harta-anak-itu-1414/ http://almanhaj.or.id/content/2123/slash/0/menggapai-ridha-allah-dengan-berbakti-kepada-orang-tua/ http://almanhaj.or.id/content/689/slash/0/bentuk-bentuk-berbakti-kepada-orang-tua/ http://almanhaj.or.id/content/2647/slash/0/kewajiban-berbakti-kepada-orang-tua/ http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/ibumu-kemudian-ibumu-kemudian-ibumu.html - Islam itu Indah Tingginya kedudukan seorang Ibu... Penanya : Wahai syaikh ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku. Dan terjadi masalah antara beliau dengan istriku... Syai... Lihat Selengkapnya Suka · · Bagikan Pertiwi Yunizar Tulis komentar... Pertiwi Yunizar berbagi foto Islam itu Indah. 14 jam · Tingginya kedudukan seorang Ibu... Penanya : Wahai syaikh ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku. Dan terjadi masalah antara beliau dengan istriku... Syaikh : Ulangi pertanyaanmu! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku... Syaikh : Ulangi pertanyaanmu ! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku ... Syaikh : Ulangi lagi pertanyaanmu ! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku ... Syaikh : Ulangi lagi pertanyaanmu !!! Penanya : Wahai syaikh tolong biarkan aku menyelesaikan dulu pertanyaanku jangan Anda potong ... Syaikh : Pertanyaanmu salah, yang benar engkaulah yang hidup menumpang pada ibumu, meski rumah itu milikmu, atas namamu. Penanya : Iya syaikh, kalau demikian selesai sudah permasalahannya. -aboo moaadz- Pelajaran : Jangan durhaka wahai anak, jangan durhaka wahai menantu ! kamu dengan seluruh hartamu adalah milik ibumu. (via Abul Aswad Al Bayaty) ========================= Ibumu… Kemudian Ibumu… Kemudian Ibumu… Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Beliau menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim) “Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa' : 23-24] “Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya...” [Al-‘Ankabuut: 8] ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata. “Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ (HR Bukhari) Harta Anak Itu Milik Orang Tua http://pengusahamuslim.com/harta-anak-itu-1414/ http://almanhaj.or.id/content/2123/slash/0/menggapai-ridha-allah-dengan-berbakti-kepada-orang-tua/ http://almanhaj.or.id/content/689/slash/0/bentuk-bentuk-berbakti-kepada-orang-tua/ http://almanhaj.or.id/content/2647/slash/0/kewajiban-berbakti-kepada-orang-tua/ http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/ibumu-kemudian-ibumu-kemudian-ibumu.html - Islam itu Indah Tingginya kedudukan seorang Ibu... Penanya : Wahai syaikh ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku. Dan terjadi masalah antara beliau dengan istriku... Syaikh : Ulangi pertanyaanmu! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku... Syaikh : Ulangi pertanyaanmu ! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku di rumahku ... Syaikh : Ulangi lagi pertanyaanmu ! Penanya : Ibuku tinggal menumpang bersamaku ... Syaikh : Ulangi lagi pertanyaanmu !!! Penanya : Wahai syaikh tolong biarkan aku menyelesaikan dulu pertanyaanku jangan Anda potong ... Syaikh : Pertanyaanmu salah, yang benar engkaulah yang hidup menumpang pada ibumu, meski rumah itu milikmu, atas namamu. Penanya : Iya syaikh, kalau demikian selesai sudah permasalahannya. -aboo moaadz- Pelajaran : Jangan durhaka wahai anak, jangan durhaka wahai menantu ! kamu dengan seluruh hartamu adalah milik ibumu. (via Abul Aswad Al Bayaty) ========================= Ibumu… Kemudian Ibumu… Kemudian Ibumu… Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Beliau menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim) “Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa' : 23-24] “Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya...” [Al-‘Ankabuut: 8] ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata. “Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ (HR Bukhari) Harta Anak Itu Milik Orang Tua http://pengusahamuslim.com/harta-anak-itu-1414/ http://almanhaj.or.id/…/menggapai-ridha-allah-dengan-berba…/ http://almanhaj.or.id/…/bentuk-bentuk-berbakti-kepada-oran…/ http://almanhaj.or.id/…/kewajiban-berbakti-kepada-orang-tua/ http://muslimah.or.id/…/ibumu-kemudian-ibumu-kemudian-ibumu…

Sering Dibaca

tayangan bulan lalu