PENYAKIT ILMU, TANDA-TANDA ULAMA AKHIRAT DAN ULAMA DUNIA
Bismillaahir rohmanir rohiim. Assalamu’alaykum warohmatullaahi wa barokaatu
Saudara-saudariku yang senantiasa mencari hidayah Allah ta’ala… Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rasulullah saw bersabda, “Manusia yang paling berat azabnya pada hari
kiamat adalah orang yang berilmu tapi tidak mengamalkannya karena
Allah.” Dalam hadits lain beliau bersabda, “Barangsiapa yang
bertambah ilmunya, namun tidak bertambah benar jalannya, maka ia semakin
jauh dari Allah.” Ketahuilah bahwa seorang ulama yang menekuni
suatu ilmu, baginya ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah
binasa, dan kemungkinan kedua adalah memperoleh kebahagiaan yang kekal. Khalid bin Ahmad berkata: Manusia terbagi pada empat macam: 1. Orang yang tahu, dan ia tahu bahwa ia mengetahui. Itulah orang yang berilmu, maka ikutilah ia. 2. orang yang tahu, tapi ia tidak tahu bahwa ia mengetahui. Itulah orang yang tertidur, maka bangunkanlah ia. 3. orang yang tidak tahu, tetapi ia tahu bahwa ia tidak mengetahui. Itulah orang yang memerlukan bimbingan, maka ajarilah ia. 4. orang yang tidak tahu, namun ia tidak tahu bahwa ia tidak mengetahui. Itulah orang bodoh. Waspadalah terhadapnya.
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Ilmu itu mengajak (pemiliknya) untuk
mengamalkannya, jika ia mangiyakan, maka ilmunya bermanfaat. Namun jika
tidak diamalkan, maka ilmunya akan pergi. Allah berfirman, “Dan bacalah
kepada mereka berita yang Telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat kami
(pengetahuan tentang isi Al-Qur’an), kemudian ia melepaskan diri dari
pada ayat-ayat itu ..” (QS. Al-A’raf: [7]: 175) Ulama akhirat
adalah mereka yang tidak terpengaruh godaan dunia dengan mengorbankan
agama, dan tidak menjual akhirat demi dunia karena mereka mengetahui
kemuliaan akhirat dan kehinaan dunia. Barangsiapa tidak mengetahui
perbedaan antara manfaat dan kemadharatan dunia dengan akhirat, maka ia
bukanlah ulama. Dan barangsiapa yang mengingkari hal ini, maka sungguh
ia telah mengingkari apa yang tertera dalam Al-Qur’an, sunnah Rasul dan
Kitab-Kitab yang diturunkan Allah serta perkataan para Nabi.
Sedangkan barangsiapa yang mengetahui hal ini namun tidak
mengamalkannya, maka ia telah menjadi tawanan setan. Ia telah
dijerumuskan oleh hawa nafsunya dan dikalahkan oleh kesengsaraannya
sendiri. Barangsiapa yang mengikuti orang seperti ini, maka ia akan
binasa. Sebab bagaimana mungkin orang seperti itu disebut ulama?
Allah berkata kepada Nabi Dawud, “Serendah-rendahnya perilaku orang
alim adalah jika ia lebih menyenangi syahwatnya daripada mencintai-Ku.
Aku haramkan ia merasakan nikmatnya bermunajat kepada-Ku. Wahai Dawud,
jangan bertanya kepada-Ku tentang orang alim yang telah dimabukkan oleh
dunia sehingga ia memalingkanmu dari jalan untuk mencintai-Ku. Mereka
adalah para penyamun hamba-hamba-Ku. Wahai Dawud, jika engkau melihat
seorang penuntut ilmu karena diri-Ku, maka jadikanlah engkau sebagai
pelayan baginya. Wahai Dawud, barangsiapa yang kembali kepada-Ku dalam
kondisi menjadi pelayan bagi penuntut ilmu, maka Aku tetapkan ia sebagai
mujahid. Dan barangsiapa yang sudah Aku tetapkan sebagai mujahid, maka
Aku tidak akan pernah mengazabnya.” Hasab Al-Bashri berkata,
“Hukuman bagi ulama adalah matinya hati dan matinya hati disebabkan oleh
mencari dunia dengan amalan akhirat.” Umar bin Khaththab
berkata, “Jika engkau menyaksikan ulama yang cinta dunia, maka tuduhlah
ia atas dasar agamamu. Karena setiap orang yang mencintai, akan
tenggelam pada apa yang dicintainya.” Sementara Yahya bin
Mu’adz ar-Razi berkata kepada ulama dunia, “wahai orang-orang yang
berilmu, istana-istana kalian laksana istana kaisar, rumah-rumah kalian
laksana rumah kisra, kendaraan-kendaraan kalian laksana kendaraan Qarun,
gelas-gelas kalian laksana gelas Fir’aun, jamuan-jamuan kalian laksana
jamuan jahiliah dan mazhab-mazhab kalian laksana mazhab setaniyah. Lalu
dimanakah risalah Muhammad? Mereka bersyair, “Penggembala
melindungi kambingnya dari serangan serigala. Lalu bagaimana jadinya
jika para penggembala memiliki serigala?” Ada yang mengatakan, “Wahai para pembaca Al-Qur’an, wahai para pembuat garam. Rasa garam tidak akan lezat jika ia telah rusak,”
Ketahuilah bahwa sifat yang pantas bagi orang berilmu yang beragama
adalah sederhana dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan segala
hal yang terkait dengan kehidupan dunianya. Ia tidak condong pada
kemewahan, juga tidak berlebih-lebihan menghadapi kesenangan dunia jika
tidak dapat berlebih-lebihan meninggalkannya (dunia). Seyogyanya ia
dapat menjaga diri dari bergaul dengan penguasa dan orang kaya – meski
itu dapat dilakukannya – demi untuk menjauhi fitnah. Sedikit tambahan lagi mengenai perihal : KEMULIAAN AKAL YANG MENJADI SUMBER ILMU
Akal adalah sumber ilmu. Kemuliaan akal ini ditegaskan oleh Rasulullah
saw saw, yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal. Lalu Allah
berkata kepada akal, ‘Menghadaplah’ maka akal pun menghadap. Kemudian
Allah berkata lagi, ‘berpalinglah’ maka akalpun berpaling. Lalu Allah
berkata, ‘Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, Aku tidak menciptakan satu
makhluk pun yang lebih mulia di sisi-Ku selain kamu. Karena kamulah Aku
menghukum, karena kamulah Aku memberi, karena kamulah (manusia) diberi
pahala dan karena kamulah manusia disiksa.” Rasulullah saw berkata, “Aku bertanya kepada Jibril, ‘Apakah kemuliaan itu?’ Jibril menjawab, ‘Akal”
Hakekat akal adalah kemuliaannya. Dengan kemuliaannya, manusia dapat
mengetahui berbagai informasi teoritis. Akal laksana cahaya yang
dipancarkan ke dalam hati sehingga manusia mamapu memahami sesuatu.
Dengan akal pula kemampuan setiap makhluk hidup berbeda sesuai dengan
perbedaan instink yang dimilikinya. Masalahnya adalah, sudahkah
akal kita yang sesungguhnya di ciptakan oleh Allah ta’ala dari Alam
Uluwwiy (teritinggi) ini sudah benar-benar sami’na wa atho’na kepada
Allah ta’ala dan Rasul-Nya !? Semoga setelah ini kita
bersungguh-sungguh mewaspadainya, serta menyegerakan diri pula untuk
melaksanakan sebagaimana mestinya, Allahumma aamiin.. Barakallaahu fiikum Wassalamu’alaykum warohmatullaahi wa barokaatu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar