Imam
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwasanya
seorang mukmin akan merasa susah dengan apa yang membuat susah saudara
mukmin yang lain dan dia menginginkan kebaikan bagi saudaranya yang
beriman itu sebagaimana apa yang dia inginkan bagi dirinya. Ini semua
hanya bisa terlahir dari hati yang bersih dari sifat curang, perasaan
dengki, dan hasad. Karena sifat hasad itu akan membuat orang yang hasad
tidak senang apabila ada orang lain yang melampaui dirinya dalam
kebaikan atau menyamai dirinya dalam hal itu. Karena dia lebih suka
menonjolkan dirinya sendiri di tengah-tengah manusia dengan
keutamaan-keutamaannya dan memiliki itu semuanya seorang diri. Padahal,
keimanan menuntut sesuatu yang bertentangan dengan sikap semacam itu.
Orang yang imannya benar pasti akan menyukai apabila semua orang beriman
juga ikut serta merasakan kebaikan yang dianugerahkan Allah kepada
dirinya tanpa sedikit pun mengurangi apa yang ada padanya.” (lihat Jami’
al-’Ulumwaal-Hikam,hal163)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Itulah negeri akherat yang Kami peruntukkan bagi orang-orang yang
tidak menginginkan ketinggian di muka bumi (kesombongan) dan tidak pula
menghendaki kerusakan (kemaksiatan).” (QS. al-Qashash:83)
Imam
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Sebagian ulama salaf berkata:
Tawadhu’/sifat rendah hati itu adalah engkau menerima kebenaran dari
siapa pun yang datang membawanya, meskipun dia adalah anak kecil.
Barangsiapa yang menerima kebenaran dari siapa pun yang membawanya entah
itu anak kecil atau orang tua, entah itu orang yang dia cintai atau
tidak dia cintai, maka dia adalah orang yang tawadhu’. Dan barangsiapa
yang enggan menerima kebenaran karena merasa dirinya lebih besar/lebih
hebat daripada pembawanya maka dia adalah orang yang menyombongkan
diri.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 164)
Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Para ulama
berbeda pandangan mengenai definisi hasad. Sebagian mengatakan bahwa
hasad adalah berangan-angan agar suatu nikmat yang ada pada orang lain
menjadi hilang. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hasad adalah
membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang lain. Inilah yang
dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau
mengatakan: Apabila seorang hamba membenci nikmat yang Allah berikan
kepada orang lain maka dia telah hasad kepadanya, meskipun dia tidak
mengangankan nikmat itu lenyap.” (lihat
Syarhal-Arba’inan-Nawawiyah,hal.164)
Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Apakah mereka menyimpan perasaan dengki terhadap orang-orang
atas apa yang Allah berikan kepada mereka dari keutamaan-Nya?” (QS.
an-Nisaa’: 54). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Apakah
mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami lah yang membagi-bagi
diantara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (QS.
az-Zukhruf: 32). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah lah yang
mengutamakan sebagian kalian di atas sebagian yang lain dalam hal
rizki.” (QS. an-Nahl: 71)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar