Senin, 23 Mei 2011

Bersedekah Tidak Iklas? Boleh!


Silahkan mengeryitkan dahi. Anda boleh tidak iklas membaca judul tersebut. Anda juga boleh berkomentar, "Ah.., masa sih? Bersedekah
kok tidak iklas.Mana mungkin dapat pahala? Sia-sialah. Apalagi kalau sedekahnya banyak.
Kan sayang."
  Inilah sebagian kalimat penghadang sedekah yang sering kita dengar bererdar di masyarakat.
Dulu pola pikir saya juga begitu. Bersedekah itu harus iklas. Itu syarat mutlak. Sedekah biar sedikit yang penting iklas.
  Saya sering berlindung pada kalimat sakti tersebut untuk sekedar menutupi kemalasan bersedekah lebih banyak. Karena bersedekah banyak itukan susah iklasnya. Jadigak apa-apa sedekah sedikit yang penting iklas Lillahi ta'ala."
Bener kan!
  Kalau sedekah seribu sampai
  lima ribu rupiah kepada pengemis atau setidaknya sepuluh ribu untuk kotak amal keliling,
  masih bisa iklas lah. Tapi kalau seratus ribu atau lebih besar lagi, ya pikir-pikir." Ini pegangan saya dulu. Makanya saya terbelalak saat membaca judul buku di sebuah rak di TM Book Store, Depok. Judul bukunya berbunyi:
  Ternyata Sedekah Nggak Harus Iklas, karya Marah Adil
. "Lah… Masa iya?" bathinku sambil memegang buku tersebut tidak percaya.
Inilah yang disebut Ippo Santosa, penulis buku laris
Percepatan Rejeki Dalam 40 Hari Dengan Otak Kanan, adalah kerjaan otak kiri.
  Menurut trainer kondang seputar otak kanan ini, sering kali otak kiri selalu berdebat soal iklas dalam sedekah,
  sampai-sampai tidak jadi sedekah. Tidak
action-action. Otak kiri selalu melontarkan kalimat-kalimat sakti di atas. Masih ada lagi kata-kata penghadang sedekah yang senada. "Sedekah
kok diumum-umukan. Itu kan riya'. Mendingan tidak ikutan sedekah lah, daripada riya'."
Terus terang saya belum menemukan orang yang bilang bahwa sedekah itu musti
  iklas. Memang idealnya begitu. Amal ibadah harus iklas. Termasuk dalam sedekah. Kalau toh belum iklas 100% , ya kita hitung-hitung sebagai latihan. Nanti lama-lama derajad iklasnya akan naik, sehingga menjadi iklas penuh. "Ya.., berarti rugi
dong kita, sudah sedekah banyak tak mendapat pahala?"
Belum tentu juga. Hitung-hitung, misalkan kita sedekah Rp100 ribu dan belum iklas penuh. Toh kita tetap mendapat pahala dari yang iklas, misalnya Rp20 ribu. Nah yang Rp80 ribu kita sudah membantu orang yang memerlukan. Kita akan didoakan. Pahalanya bukan dari iklas kita tapi doa orang yang menerima sedekah kita. Ini tentunya akan menjadi lebih baik, bila kita terus bersedekah sambil melatih otot iklas. Daripada menunggu iklas baru sedekah, nanti sedekahnya segitu-gitu terus. Alasannya kita tidak tahu pasti apakah kita sudah iklas total. Kita cuma bisa berusaha menuju iklas total, iklas
by doing.
Jadinya hitung-hitungan seperti dagang saja. Saya kira tidak apa-apa hitung-hitungan dalam kebaikan. Karena pikiran kita memang sukanya begitu. Ditunjukkan dulu, diberi janji, baru mau berbuat. Banyak ayat-ayat dalam kitab suci yang menyatakan begitu. Diantaranya: "Perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada setiap tangkai ada seratus biji…" (QS. 2 Al-Baqarah : 261). Ustadz Yusuf Mansyur paling getol menyampaikan ayat ini. "Bersedekahlah untuk mengatasi segala problem kehidupan," tuturnya selalu.
Lantas bagaimana dengan riya' atau pamer dalam sedekah? Ya, sedekah yang bercampur riya' atau pamer kepada manusia jelas tidak baik. Kalau kita mau sedekah karena ingin dipuji orang itu namanya riya'. Namun bila kita tidak jadi sedekah karena memikirkan perkataan orang lain, ini juga bisa riya'.
Kan supaya dibilang tidak riya' oleh orang lain? Ya, itu mengandung riya'. Artinya kita lebih mengutamakan pendapat orang daripada pamrih kepada Allah.
Sedekah dengan pamrih kepada Allah, itu boleh dan syah. Ustadz saya mengajarkan bersedekah dengan terang-terangan boleh dan bersedekah dengan diam-diam juga boleh. Tergantung dari niat. Yang tidak diajurkan itu terang-terangan tidak sedekah atau diam-diam menghidari sedekah. Lebih parah lagi, sudah diam-diam tidak bersedekah, ditambah menuduh orang yang sedekah terang-terangan itu riya'. Memang
sih, sedekah dengan terang-terangan berpotensi menimbulkan riya'. Namun kita juga harus ingat, sedekah diam-diam kadang juga menyimpan bahaya laten ujub, berbangga diri.
Jadi baiknya? Sedekah dengan diam-diam punya keutamaan sendiri. Sedekah terang-terangan pun punya keutamaan sendiri. Hal ini bisa menjadi syiar dan pemicu semangat bagi yang lain. Para sahabat Rasulullah juga pernah melakukannya. Menurut saya, terang-terangan, diam-diam, bareng-bareng atau sendiri-sendiri tetap saja sedekah. Bersedekah sedikit penuh iklas atau bersedekah banyak belum iklas penuh tetap saja sedekah. Jaga niat di hati dan hanya pamrih kepada Allah. Bila masih saja terlintas di pikiran macam-macam godaan, ya sudah kita tutupi dengan istigfar mohon ampun.
Waallahu 'alamMohon maaf bila kurang berkenan. Tulisan ini saya ringkaskan dari bagian bab kedua buku tersebut.

Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sering Dibaca

tayangan bulan lalu